Berita

Foto/Net

Nusantara

Kenaikan NJOP Mesti Dievaluasi

Rakyat Kecil Jadi Korban
SELASA, 10 JULI 2018 | 08:16 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar 19,5 persen berdampak pada ke­naikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kebi­jakan ini dinilai bikin susah rakyat kecil. Sebab, tidak semua pemilik rumah berduit. Bahkan, menurut survei, 45 persen rumah didap­atkan dari warisan.

 Kenaikan NJOP tersebut sesuai dengan Peraturan Gu­bernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2018 yang ditandatangani Anies Bas­wedan pada 29 Maret 2018. Diundangkan pada 4 April 2018. Dalam daftar lampiran Pergub 24 Tahun 2018, beberapa daerah yang NJOP-nya paling mahal di antaranya di Jakarta Pusat.

Misalnya di Jalan Jenderal Sudirman, keterangan nilai jual objek pajak bumi mencapai Rp 93,96 juta per meter persegi. Se­mentara di Jalan Jenderal Gatot Subroto mencapai Rp 76,50 juta per meter persegi.


Di Jakarta Selatan, Aparte­men GP Plaza tercatat sebesar Rp 47,9 juta per meter persegi. Daerah Palmerah mencapai Rp 41,89 juta per meter persegi.

Menanggapi hal itu, peneliti Senior Indonesia Public Insti­tute, Karyono Wibowo men­gatakan, Gubernur Anies san­gat terobsesi dengan prestasi. Bahkan, untuk meningkatkan pendapatan pajak sebanyak Rp 2 triliun menjadi Rp 38,1 triliun harus menaikkan NJOP.

"Ini berdampak pada PBB. Orang kecil yang menjadi kor­bannya," kata Karyono Wibowo saat dihubungi, kemarin.

Menurutnya, daya beli warga bakal turun dengan kenaikan PBB. Apalagi saat ini harga kebutuhan pokok juga pada naik. Seharusnya dalam situasi seperti ini, suatu ke­bijakan harusnya tidak membuat warga tambah susah.

"Kasian orang kecil di Jakarta sudah makin terpinggirkan, pajaknya naik pula. Padahal survei salah satu portal online 45 persen warga mendapatkan rumah dari warisan," ujarnya.

Seharusnya, lanjut Karyono, yang menjadi perhatian An­ies saat ini bukan menggenjot pendapatan, tetapi memaksimal­kan penyerapan. Terbukti, setiap tahun penyerapan paling tinggi hanya 85 persen. Tahun ini saja sisa lebih pembiayaan anggaran lebih dari Rp 13 triliun.

"Yang menjadi pertanyaan saat ini ialah, kalau punya ang­garan lebih buat apa? Lihat saja sekarang sampai bulan Juli pe­nyerapan belum sampai 30 pers­en. Pembangunan infrastruktur baru nyaris tidak ada. Semua hanya meneruskan kerjaan tahun sebelumnya," ungkapnya.

Pengamat perkotaan Univer­sitas Trisakti Nirwono Joga me­negaskan, Anies harus meninjau ulang kenaikan NJOP. Sebab, pemilik rumah atau tanah tidak jarang harus menjual rumahnya karena PBB terlalu mahal. Lalu, tanah dibeli pengusaha.

"Setelah rumah dibeli, ru­mah dijadikan tempat usaha, kafe, dan resto. Jangan sampai karena NJOP yang tinggi, seh­ingga fungsi bangunan berubah dan kawasan peruntukan jadi berubah," ujarnya.

Dia menambahkan, NJOP tidak bisa dilihat semata dari apakah kawasan itu elite, kemu­dian jadi mahal seperti Kawasan Menteng dan Kebayoran. Perlu dipertimbangkan kemampuan warga untuk membayar PBB.

Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso mengaku, kenaikan NJOP tersebut hanya di wilayah bisnis atau zonasi tertentu. Ke­naikan NJOP berlaku surut sejak 1 Januari 2018.

"Ya naik untuk zona tertentu. Zona bisnis," kata Santoso ke­tika dikonfirmasi.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bestari Barus me­nyatakan, Pemprov DKI harus mengevaluasi terlebih dahulu wilayah yang terdampak kenai­kan NJOP. Ada banyak pemilik rumah adalah pensiunan dan mengalami kesulitan ekonomi untuk membayar PBB.

"Dampak dari kenaikan NJOP itu kan menaikkan pembayaran PBB. Ini harus diinventarisasi dahulu. Pensiunan dan warga berpenghasilan rendah itu kan ada kekhususan," ujarnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan, ke­naikan NJOP rata-rata sebesar 19,5 persen. Penetapannya sesuai dengan nilai pasar suatu lahan.

"Kalau kita bangun MRT (Mass Rapid Transit) di sini, nanti NJOP akan naik semua. Yakin 100 persen nilai prop­erti di sekitar koridor MRT akan naik. Nah akan disesuaikan NJOP-nya," kata Sandi. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya