Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian KeuanÂgan (Kemenkeu) mengaÂtakan pemerintah konsisten menjalankan kebijakan peÂnyederhanaan layer (simÂplifikasi) tarif cukai rokok. Kebijakan ini dinilai akan mendorong penerimaan cuÂkai bagi negara.
"Karena itu saya optimistis kebijakan ini akan terus diÂlanjutkan," kata Kepala BKF Kemenkeu Suahazil Nazara di Jakarta, kemarin.
Suahasil menjelaskan, keÂbijakan ini menutup celah bagi pabrikan rokok untuk membayar tarif cukai lebih rendah. Dengan begitu tidak akan lagi ada kebocoran pada keuangan negara.
"Dengan adanya simplifikasi ini tentu mampu menaikkan pendapatan dari cukai. Seharusnya begitu. Semoga kepatuhan juga membaik," ucap dia.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Teknis dan FasiliÂtas Cukai Ditjen Bea Cukai Kemenkeu Nugroho Wahyu mengatakan, selain menguÂrangi kecurangan pembaÂyaran cukai, penyederhanaan layer tarif juga akan memÂbuat kebijakan lebih efektif. "Penyederhanaan sistem cuÂkai akan mengefektifkan keÂbijakan cukai dalam pengenÂdalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara," kata Nugroho.
Untuk tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai sebesar Rp 194,1 triliun. Sebesar 96,4 persen peneriÂmaan cukai berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT).
"Dampaknya untuk penÂerimaan iya, ini akan naik. Jadi cukai rokok ini cair sekali," tutur Nugroho.
Penyederhanaan layer tarif cukai rokok diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 TenÂtang Tarif Cukai Tembakau. Untuk tahun ini, layer tarif cukai rokok berjumlah 10. Dari 2019 sampai 2021 nanÂti, tarif cukai rokok disederÂhanakan setiap tahunnya menjadi 8, 6, dan 5 layer.
Anggota Komisi XI DPR Amir Uskara mengatakan, sebelum adanya kebijakan pemangkasan layer tarif cukai rokok, banyak pabriÂkan yang berbuat curang. "Kadang yang produksi 3 miliar per batang dikurangi jadi 2,9 miliar per batang supaya tidak kena. Karena itu, dari dulu kami minta Kementerian Keuangan unÂtuk meminimalisasi," ucap Amir. ***