Pemerintah menargetkan proses divestasi PT Freeport Indonesia bisa rampung pada Juli ini. Saat ini, pemerintah dan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu seÂdang dalam proses penetapan harga saham.
"Sabar, pokoknya target kita Juli ini selesai semua (proses divestasi saham Freeport)," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno di Jakarta, kemarin. Tolong tambahin setelah, kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini SoeÂmarno di sela-sela acara acara Executive Center of Global Leadership (ECGL) Forum, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, harga divestasi saham tetsebut sudah ditentuÂkan dari kesepakatan pemerÂintah dan Freeport. Namun, dia belum mau membocorkan harganya. Alasannya, BUMN masih membicarakannya denÂgan kementerian terkait.
Menurutnya, masih ada yang harus dibahas. Misalnya menÂgenai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan stabilisasi investasinya. "Karena itu kita membahasnya bareng dengan ESDM," paparnya.
Nah, supaya proses divestasi berjalan lancar dan kelar bukan ini, pemerintah perpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport hingga 31 Juli 2018.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, perpanjangan izin diberikan agar kegiatan operasi dan produksi di tambang Freeport tak terganggu. Perpanjangan hanya diberikan selama satu bulan karena negosiasi divestasi antara pemerintah dan Freeport ditargetkan selesai selambat-lambatnya akhir bulan ini.
Seperti diketahui, ada 4 isu yang dinegosiasikan peÂmerintah dengan Freeport, yaitu perpanjangan stabilitas investasi jangka panjang yang diinginkan Freeport, perpanÂjangan kontrak hingga 2041, kewajiban divestasi saham, dan pembangunan smelter. Dengan perpanjangan itu, harapannya negosiasi kelanjutan operaÂsional antara pemerintah dan Freeport bisa selesai.
Bambang mengungkapkan, salah satu hal yang masih mengganjal dalam negosiasi adalah masalah lingkungan di area tambang Freeport. KenÂdati begitu, dia enggan merinci perkembangannya karena perÂmasalahan itu berada di bawah koordinasi Kementerian LingÂkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Karena memang ada beÂberapa hal yang dalam proses penyelesaian, yang utamanya dalam rangka menyelesaikan aspek lingkungan antara KLHK dan tim Freeport," ujarnya.
Selain soal lingkungan, masalah perpajakan sudah meÂmasuki tahap final. Saat ini, keÂwajiban perpajakan memasuki proses formal penyelesaian adminstrasi dengan penyusuÂnan peraturan perundang-undangan. Negosiasi itu juga mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (HAM). "Mesti ada pertimbangan, kayak masalah air kemarin di Papua kan tetep masuk," jelasnya.
ESDM juga mewajibkan Freeport membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Perusahaan harus menjual hasil tambang yang sudah dimurnikan ke luar negÂeri. Freeport pun dibebaskan memilih skema pembangunan smelter, apakah akan dibangun secara mandiri atau kerja sama dengan pihak lain. "Harus ceÂpat karena waktunya tinggal sedikit," tegasnya.
Direktur Pembinanaan PenÂgusahaan Mineral KementeÂrian ESDM Bambang Susigit mengatakan, pemerintah meÂmasang target pembanguÂnan smelter Freeport hingga Agustus 2018 bertambah 2,75 persen menjadi 5,18 persen. "Sampai Februari 2,43 persen. Target di Agustus tambah 2,75 persen," katanya.
Susigit mengatakan, jika dalam enam bulan tidak ada perkembangan signifikan di smelter tersebut, ESDM berÂhak menghentikan izin ekspor konsentrat Freeport. "Ya ekÂspornya mandek (dihentiÂkan). Jadi ini harus dikejar," tegasnya.
Menurut dia, saat ini pemÂbangunan baru tahap dibor dan pasang pancar. Baru pada 2019 masuk tahap konstruksi. Adapun lokasi tanahnya disewa dari PT Petrokimia Gresik. "Ini modelÂnya sewa karena ini kan lahan kawasan industri jadi nggak bisa dimiliki," tuturnya. ***