Perluasan pembatasan kendaraan bermotor dengan sistem ganjil genap untuk Asian Games 2018 mulai diujicobakan hari ini.
Uji coba akan diberlakukan setiap hari senin hingga minggu pada pukul 06.00 sampai dengan 21.00. Dalam aturan tersebut, kendaraan plat ganjil beroperasi pada tanggal ganjil, sementara kendaraan plat nomor genap beroperasi pada tanggal genap.
Sedianya, setelah uji coba pada 31 Juli 2018, sistem ini akan resmi diberlakukan mulai 1 Agustus 2018.
Namun demikian, wartawan senior, Wina Armada Sukardi menilai bahwa kebijakan ini ngawur dan merugikan negara. Dia menjabarkan bahwa kebijakan ini akan memperlambat pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.
Hal ini karena akses ke pusat-pusat bisnis, perbelanjaan, dan hiburan menjadi sangat sulit, sehingga perputaran uang bakal jauh berkurang.
“Padahal Indonesia saat ini justru sedang membutuhkan percepatan perekonomian untuk mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan perekonomian terutama dalam mengatasi tekanan perekonomian dunia yang melambat dan efek menguatnya dolar AS di seluruh dunia,†jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (2/7).
Peluasan ganjil genap dan batasan waktu yang juga diperpanjang juga akan menghambat aktivitas masyarakat. Kebijakan yang diambil tanpa memikirkan alternatif jalan itu juga akan membuat mati suri sebagian aktivitas (bisnis) masyarakat.
“Sekadar contoh, warga Bintaro yang mau ke Kebon Sirih, harus cari jalan alternatif mana, sulit menemukan alternatif jalan. Contoh lain, warga Kelapa Gading yang berkantor di Jalan Sudirman, juga susah cari jalan alternatif. Mau kemana?†tanyanya.
Wina menjelaskan, dengan sarana jalan yang serba susah dan harus berputar-putar menempuh jalan yang jauh dan lama selama waktu kerja dari pagi sampai malam, ini turut menimbulkan ekonomi berbiaya tinggi.
“Dalam perlambatan perekonomian dan persaingan global yang tajam, tentu biaya ekonomi tinggi di Indonesia ini menyebabkan daya saing ekonomi Indonesia juga bakal tersudut,†lanjutnya.
Selain itu, Wina memprediksi perluasan kebijakan ganjil genap juga akan menimbulkan oppotunity lost atau kehilangan kemungkinan mendapat keuntungan. Maksudnya, dengan adanya agenda Asian Games, maka akan datang puluhan ribuan turis peserta Asia Games dengan para offial dan pendukungnya ke Jakarta dan Indonesia umumnya.
Mereka ini potensial buyer terhadap produk dan barang-barang Indonesian dan memberikan masukan devisa. Nah, seharusnya akses mereka ke pasar dan sentra perjualan serta tempat wisata dipermudah.
“Sebaliknya dengan adanya perluasan zone ganjil genap selama jam kerja, malah mempersempit dan mempersulit akses para turis berbelanja dan memberikan devisa kepada kita, sehingga peluang menggaet keutungan jadi menipis atau hilang. Itu pun belum terhitung keuntungan valas yang tidak jadi terima alias sirna yang seharusnya Indonesia terima,†masih lanjut Wina.
Gelaran Asian Games juga akan sepi. Sebab, akses warga menuju venue semakin sulit dan berputar-putar. Mereka yang tadinya berniat menonton pertandingan-pertandingan Asian Games menjadi malas menontonnya, setidaknya akan mengurangi jumlah mengunjungi pertandingan.
“Para atlit Indonesia yang membutuhkan full dukungan penonton nasiobal pun, kemungkinan jumlah dukungan itu menciut. Padahal mereka dituntut untuk berprestasi yang mengharumkan bangsa,†kata Wina.
Lebih jauh, dia menilai bahwa citra Asian Games di mata warga jadi buruk, lantaran Asian Games dinilai menyengsarakan warga.
“Ngapain ada Asian Games kalau cuma jadi kosmetik yang menyenangkan asing, tapi justru menyengsarakan anak bangsa sendiri?†sambungnya.
Citra pemerintah, khususnya, dalam kaitan dengan perpajakan juga akan menjadi buruk. Sebab, pembangunan yang dihasilkan dari uang masyarakat lewat perpajakan, hasilnya malah tidak dapat dinikmati warga sendiri.
“Buat apa dong bayar pajak yang semakin tinggi, setidaknya pikiran semacam itu normal saja muncul di banyak benak masyarakat dan tentu ini merugikan citra pemerintah yang sangat getol-getolnya menanggok pajak,†tutupnya.
[ian]