Industri logistik mengapreÂsiasi penyelenggaraan mudik Lebaran 2018 yang secara umum lebih baik dari tahun sebelumnya. Namun, mereka tetap menyesalÂkan kebijakan pemerintah yang melarang truk beroperasi secara mendadak selama mudik Lebaran sehingga membuat perusahaan angkutan barang merugi.
Chairman Supply Chain IndoÂnesia (SCI) Setijadi mengatakan, salah satu faktor lancarnya arus mudik diperoleh dari pembatasan operasional armada barang. "NaÂmun, surat antisipasi arus mudik dan balik masing-masing diterÂbitkan sangat mendadak, yaitu 3 dan 4 hari sebelumnya," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, pemerintah menÂgeluarkan aturan yang membataÂsi operasional mobil barang di beberapa ruas jalan tol dan ruas jalan nasional utama di Pulau Jawa pada 12-14 Juni dan 22-24 Juni 2018 untuk mengantisipasi arus mudik dan balik Lebaran. Kemudian, keluar lagi aturan yang melarang operasi angkutan barang pada 19-20 Juni 2018.
Menurut Setijadi, peraturan larangan melintas tersebut dikeÂluarkan sangat mendadak dan mengganggu operasional peruÂsahaan angkutan barang. Sebab, aturan itu dikeluarkan kurang dari dua bulan sebelum masa pemberlakuan
Peraturan yang relatif menÂdadak ini berdampak ke berbagai industri, khususnya manufaktur yang sudah menentukan tingÂkat persediaan dengan rencana pengiriman. "Penundaan peneriÂmaan bahan baku dapat mengÂganggu proses produksinya," tuturnya.
Selain itu, pengiriman produk juga jadi tertunda. Alhasil, perseÂdiaan produk akan menumpuk dan membutuhkan tambahan gudang yang berarti ada penamÂbahan biaya. Perusahaan angÂkutan barang juga menanggung kerugian karena jangka waktu pembatasan operasional armada selama dua minggu tersebut.
"Perusahaan tidak memperÂoleh pendapatan selama waktu tersebut, sementara ada biaya-biaya tetap yang harus dikeÂluarkan, termasuk biaya cicilan armada," ungkap Setijadi.
Ia mengatakan, peraturan atau surat edaran yang bersifat imbauan juga menimbulkan perbedaan pendapat di lapanÂgan. "Peraturan tambahan dari Dishub Jabar juga berpotensi mengganggu kegiatan pengiriÂman domestik maupun ekspor dan impor nasional," ucapnya.
Apalagi, sebagian besar volume ekspor dan impor dari Pelabuhan Tanjung Priok adalah untuk inÂdustri di wilayah Jawa Barat. "Berdasarkan data kami, sekitar 79 persen volume ekspor dan 84 persen volume impor dari PelabuÂhan Tanjung Priok pada 2016 dari Jawa Barat," lanjutnya.
Wakil Ketua Umum bidang Distribusi dan Logistik AsoÂsiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengungkapkan, selama libur Lebaran beberapa industri lumÂpuh karena larangan angkutan barang. "Pada kekurangan stok, pemilik barang pada teriak-teriak. Kita baru bisa beroperasi pada 25 Juni, ya hampir dua peÂkan industri lumpuh," katanya.
Pihaknya juga mengalami kerugian dikarenakan biaya cicilan truk yang terus jalan. Tak hanya itu, minimnya waktu operasional truk pada bulan ini juga mempengaruhi pada angÂgaran perusahaan. Pasalnya, meski pendapatan perusahaan berkurang namun kewajiban membayar gaji sopir sebagaimana mestinya tetap harus dilakukan. "Dana talangan harus disiapkan, belum lagi habis ini gajian akhir bulan," tukasnya. ***