Ketum Gerindra Prabowo Subianto makin rajin "nyerang" pemerintah. Kali ini yang dibahas adalah proyek light rail transit (LRT) Palembang. Prabowo menyebut ada potensi mark up di proyek ini. Sejumlah pengamat meragukan tuduhan Prabowo ini. Namun kader Gerindra yakin bosnya tak mungkin asbun alias asal bunyi.
Tudingan itu disampaikan Prabowo saat memberikan sambutan di acara silaturahmi kader Partai Gerindra di Hotel Grand Rajawali, Palembang, kemarin. Selain memberikan spirit perjuangan kepada para kader, tak lupa Prabowo mengkritik pemerintah.
Kali ini, yang jadi sasaran kritik Prabowo adalah mega proyek LRT Palembang. Proyek ini sudah rampung dan siap digunakan menyambut Asian Games 2018. Palembang dan Jakarta, menjadi tuan rumah. LRT Palembang akan beroperasi pada 15 Juli 2018.
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut pembangunan LRT Palembang merogoh kocek hingga 40 juta dolar AS, setara Rp 12,5 triliun. Padahal, kata Prabowo, berdasarkan riset indeks pembangunan di dunia, pembangunan LRT hanya berkisar 8 juta dolar AS saja. Artinya, ada selisih 32 juta dolar antara harga LRT dengan acuan Prabowo.
Biaya tersebut, untuk pembangunan LRT Palembang yang memiliki panjang lintasan 23,4 km. "Coba bayangkan saja berapa mark up yang dilakukan pemerintah untuk 1 km pembangunan LRT. Jika 8 juta dolar itu saja udah mendapatkan untung, apalagi kalau 40 juta dolar," kata Prabowo.
Prabowo mengaku tak habis pikir tingginya biaya pembangunan LRT di Indonesia. "Padahal material bangunan dibuatnya di Indonesia, tapi kenapa bisa mahal begitu ya. Seharusnya itu bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan gizi anak di Indonesia," kritiknya.
Prabowo berharap, masyarakat mencerna dengan baik beragam proyek pemerintah. Pasalnya, itu menggunakan uang rakyat. Tidak hanya itu, ia juga menyindir proyek LRT selain merogoh kocek besar, efektif kegunaannya belum terlihat.
"Saya berpikir apakah bangsa ini pintar atau bodoh melihat banyaknya uang yang dikeluarkan hanya untuk pembangunan LRT. Terlebih lagi pembangunan LRT di beberapa tempat tidak jelas gunanya untuk apa," ujarnya.
Di dalam pidatonya, Prabowo menyinggung kritiknya soal LRT ini pasti banyak yang membencinya. Namun mantan Danjen Kopassus itu menegaskan tidak takut dibenci dan selalu siap membela rakyat. "Saya akan terus membela rakyat sampai napas terakhir. Saya akan terus memperjuangkan rakyat kecil," pungkasnya.
Soal dana LRT Palembang, sebelumnya pemerintah telah melaunching biayanya mencapai Rp 10,9 triliun, dan seluruhnya menggunakan dana APBN dengan pembayaran multiyears selama empat tahun sampai 2020.
Pada Mei 2017, Menkeu Sri Mulyani menyebut proyek ini ditalangi dahulu oleh pengembang, dalam hal ini PT Waskita Karya. Biaya pembangunan akan diganti pemerintah, berikut bunganya.
"Saya terima kasih kepada Menhub, karena LRT yang tadinya diperkirakan menelan biaya lebih dari Rp 12 triliun, sesudah direview, turun jadi Rp 10,9 triliun. Dengan jarak sekitar 24,5 km, 13 stasiun, diperkirakan akan membuat kota Palembang menjadi kota yang semakin bergairah," tegas Sri Mul.
Kepala Proyek LRT Palembang, Mashudi Jauhar menyatakan, biaya pembangunan LRT Palembang sudah sesuai harga pasar mengingat LRT yang diterapkan di Palembang merupakan konstruksi layang yang membutuhkan biaya tinggi.
Ia mencontohkan pembangunan LRT di Malaysia dan Filipina. "Di Malaysia, (rute) Kelana Jaya-Ampang 7,2 miliar Yen/Km (65,52 juta/km). Manila, LRT Fase 1 extension, 8,2 miliar Yen/km (US$ 74,6 juta/km)," ujar Mashudi.
Dia justru penasaran, di mana ada LRT di dunia yang biaya pembangunannya hanya 8 juta dolar AS per/km atau Rp 112 miliar/km (kurs Rp 14.000 per dolar). "Kalau boleh tahu di mana? Kayaknya perlu ditanyakan itu. Kalau di ASEAN, (konstruksi LRT) sudah di atas atau elevated. Jadi harusnya pasti akan jauh lebih tinggi biayanya," sebutnya.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga meragukan adanya mark up di pembangunan LRT Palembang. Menurutnya, saat ini eranya transparansi. Mulai perencanaan, pelelangan, hingga kontruksi, semua terbuka dan bisa diakses publik.
Tapi sebaiknya, pemerintah pusat maupun provinsi segera menjelaskan proses pengerjaan LRT ini. "Sehingga masyarakat tidak dibuat menduga-duga," ujar Nirwono kepada
Rakyat Merdeka. Namun, jika ditemukan indikasi mark up, Nirwono menyarankan BPK dan KPK bergerak. "BPK sebagai lembaga negara dapat menjelaskan secara transparan dan profesional. KPK juga harus dilibatkan jika ada mark up," pungkasnya.
Peneliti Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menganggap, proyek LRT secara pembiayaan masih dalam kategori wajar. "Dilihat dari biaya per meternya (kurang dari Rp 300 miliar) untuk pembangunan LRT masih wajar saja," ujar Djoko kepada
Rakyat Merdeka. Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade menyatakan belum tahu siapa tim yang memberikan data kepada Prabowo soal LRT Palembang. Namun, ia meyakini, kecil kemungkinan Prabowo salah data karena ketumnya itu termasuk orang yang teliti.
"Saya juga belum ketemu lagi dengan bapak (Prabowo) tapi kalau itu (salah data) kayaknya nggak sih," ujar Andre kepada
Rakyat Merdeka. ***