Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SALAH satu ciri kelompok garis keras atau radikal ialah terlalu mengidolakan tokoh-tokoh garis keras. Baik di masa lampau mauÂpun di masa kontemporer. Salah satu tokoh sering diidolakan mereka ialah Sayid Qutub seorang ulama besar. Ulama yang menÂguasai berbagai macam ilmu pengetahuan. Dia menulis Tafsir tahlili berjilii-jilid diberi berjudul: Fi Dhilal al-Qur'an, yang kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ia dilahirkan dalam konteks sejarah keÂtika dunia Islam betul-betul sedang dilanda pergolakan politik bahkan perang. Ia menÂjadi bagian dari sejarah itu. Ada orang yang mengatakan bahwa tafsirnya lebih merupaÂkan autobiografi penulisnya. Sayid Qutub sering dijadikan rujukan setiap kali muncul wacana tentang Dar al-Harb atau Dal al- Islam. Sayang sekali orang secerdas Sayid Qutub sering menjadi korban generalisasi. Seolah-olah dia selalu menjadi tumbal aliran fundamentalis. Padahal, jika kita membaca secara kritis dan secara seksama karya-karyanya, dia juga tidak sepenuhnya menuÂtup pintu pengakuan terhadap kelompok pro-perdamaian atau pro-demokrasi.
Aspek-aspek moderat Sayid Qutub seolah tidak muncul. Padahal di dalam tafsirnya banyak hal yang menarik, di dalam tafsirnya, seperti soal seksologi, mungkin pembahasan beliau paling moderat (untuk tidak menyebut vulgar) di banding ulama tafsir lain.
Ada sekelompok orang memandang secara keliru bahwa Sayyid Qutub tidak mengakui masyarakat modern dan memanÂdangnya sebagai dar al-harb (negara yang harus diperangi), memerangi masyarakat modern ini dianggap sebagai penerapan huÂkum Islam. Padahal Sayid Qutub dan ulama modern lainnya tidak seorang pun yang meÂnyatakan keharusan memerangi non muslim yang dianggap berada di dalam Dar al-Harb. Aturan hukum fiqh mengenai masalah ini dan (jizyah) yang diambil dari mereka, tidak harus dipermasalahkan secara panjang lebar. Sebab masalah ini tidak ditemukan pada masa sekarang, tidak seperti halnya pada masa-masa lalu dimana para ulama dituntut untuk memberi fatwa mengenai masalah ini. Dengan demikian maslah Dar al-Harb dan jizyah ini telah menjadi masalah sejarah, bukan masalah faktual. Seandainya Sayid Quthb masih hidup sekarang pasti memiliki pendapat baru (qaul jadid).
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:10
Senin, 15 Desember 2025 | 23:07