Berita

Adhie M Massardi

TENDANGAN BEBAS PD 03

Infrastruktur Bukan Tolok Ukur, Islandia Bisa Kok Lawan Argentina

SABTU, 16 JUNI 2018 | 17:44 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

KAPAN (timnas) Indonesia bisa berlaga di ajang (putaran final) Piala Dunia?

Pertanyaan ini sudah lama menggumam dari jutaan mulut rakyat Indonesia. Pertanyaan ini kembali menjadi gumam nasional setiap FIFA menggelar pentas Piala Dunia seperti sekarang ini. Jadi setiap 4 tahun sekali gumam itu menggumpal dalam jutaan mulut bangsa Indonesia.

Sudah banyak orang yang paham dunia persepakbolaan menjawab pertanyaan ini. Secara akademis-ilmiah, katanya, Indonesia bisa berlaga di pentas (final) Piala Dunia kalau infrastruktur (kebutuhan dasar fisik) sepakbolanya berjalan baik.


Maksud sang ahli bola, di Indonesia harus ada klub-klub sepakbola profesional yang secara teratur menggelar kompetisi. Setiap klub memiliki sekolah sepakbola berjenjang yang dikelola secara professional, dan seterusnya.

Lha, Italia dan Belanda punya semua itu. Tapi koq tidak lolos ke Piala Dunia Rusia? Sebelum-sebelumnya, Inggris yang liga sepakbola profesionalnya paling canggih di muka bumi, koq juga punya pengalaman pahit gagal masuk putaran final?

"Agar bisa masuk final Piala Dunia, cara yang paling masuk akal adalah memperjuangkan Indonesia menjadi tuan rumah, karena FIFA menjamin timnas tuan rumah bisa berlaga di ajang Piala Dunia tanpa harus bersusah payah di fase penyisihan,” kata Sarman el Hakim.

Sohib saya yang namanya Sarman ini bukan hanya omong kosong. Cintanya pada sepakbola nasional yang 24 karat, hingga ke tulang sumsum, membuat dia ikhlas memberikan waktu dan uangnya untuk melaksanakan kata-katanya: Menjadikan Indonesia tuang rumah Piala Dunia.

Sudah bertahun-tahun dia satroni untuk minta dukungan moral tokoh-tokoh sepakbola dunia di kantor-kantor organisasi sepakbola internasional seperti FIFA, UEFA, dan tokoh bola di organisasi sepakbola di sejumlah negara, mulai dari negara-negara Eropa, Amerika Latin, Asia hingga Afrika.

Di negara-negara yang dia kunjungi, apabila ada kesempatan, dia lakukan kampanye fisik dengan menggelar bendera Merah-Putih raksasa seraya membagikan selebaran kepada publik. Bendera Merah-Putih raksasa yang menghiasi acara bela Islam tempo hari di Jakarta (gerakan 411 & 212) itu pemiliknya ya Sarman ini.

Bukan hanya di luar negeri, tokoh-tokoh nasional di dalam negeri juga terus lobi Sarman. Tentu saja para tokoh nasional itu mendukung gagasannya. Tapi kenapa Piala Dunia tak kunjung digelar di Indonesia?

"Sekeras apapun kerja kita sebagai pihak swasta, apalagi perorangan seperti saya, apabila tidak didukung oleh pemerintah resmi, tidak akan diperhitungkan FIFA,” keluh Sarman.

Padahal, katanya, dengan berbagai persoalan (politik) yang belakangan mencuat di Qatar, kita bisa meminta FIFA untuk memindahkan Piala Dunia 2022 ke Indonesia.

Pertanyaan kita: “Kenapa pemerintah ogah-ogahan memperjuangan negeri ini menjadi tuan rumah Piala Dunia?”

Memang hanya menjadi tuan rumah kita bisa melihat timnas Merah-Putih berlaga di ajang Piala Dunia. Sebab berbagai alasan dan teori yang sudah bermunculan, selalu bisa dipatahkan oleh sejumlah kenyataan.

Kalau dari jumlah penduduk, lha RRCina yang penduduknya 1,5 milyar tidak lolos, sementara Islandia, negeri mungil yang penduduk kurang dari 350 ribu, bisa masuk final, dan nanti malam pk 20.00 (16/6) akan menghadapi salah satu raksasa sepakbola Amerika Latin (Argentina).
Pastinya, meskipun sulit membayangkan Islandia memenangi pertandingan, akan tetapi mereka sanggup memberikan perlawanan yang lumayan merepotkan Lionel Messi dkk.

Kalau kekayaan negara mau dijadikan ukuran, lha itu Tunisia, Nigeria, Senegal, keadaan negaranya jauh lebih miskin dari Indonesia.

Makanya, lupakan segala ‘infrastruktur” yang terus dibangun. Itu bagus, tapi tidak bisa menjadi tolok ukur keberhasilan sepakbola secara nasional.

Lebih baik kita nikmati pertarungan hari ini: Perancis vs Australia, Argentina vs Islandia, dan Peru vs Denmar. Dini harinya, giliran Nigeria melawan Kroasia.

Perhatikan cara mereka bermain bola. Kenapa otak, hati (rasa) dan kaki mereka bisa kompak mengolah bola? Jawabannya akan menjadi kunci bermain bola yang baik dan benar. [***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya