Berita

Ilustrasi/Net

Hukum

Soal Perkara BLBI, KPK Dinilai Salah Pidanakan Orang

SENIN, 28 MEI 2018 | 10:41 WIB | LAPORAN:

Tim Kuasa Hukum Syafruddin Arsyad Temengung (SAT) menilai ada beberapa faktor perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) merupakan wilayah keperdataan.

Hasbullah menuturkan dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) yang diteken oleh pemerintah dan para debitur BLBI menjadi dasar penyelesaian masalah utang. MSAA itu sendiri dibuat sebelum kliennya menjabat sebagai kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dalam MSAA, sambung Hasbullah jika terjadi misrepresentasi dari perjanjian yang sudah disepakati maka harus diselesaikan melalui pengadilan lewat gugatan perdata. Namun BPPN dan pemerintah pada saat itu tidak melakukan gugatan di pengadilan
 hingga Syafruddin menjabat ketua BPPN.

 hingga Syafruddin menjabat ketua BPPN.

"Perkara ini merupakan wilayah hukum perdata bukan pidana. Dakwaan KPK salah orang (error in persona)," ujarnya saat dihubungi watawan, Senin (28/5).

Lebih lanjut Hasbullah menjelaskan perkara Syafruddin salah orang sebab SKL yang dikeluarkan Syafruddin adalah perintah Presiden Megawati melalu Inpres 8 tahun 2002. Selain itu adanya SKL juga atas perintah KKSK yang beranggotakan lima Menteri (Menko Ekuin, Menkeu, Meneg BUMN, Menteri perindustrian, Kepala Bapenas) dan persetujuan Meneg BUMN sebagai atasan Syafruddin.

Hasbullah menjelaskan pada saat BPPN berakhir tanggal 27 Februari 2004 atas perintah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Syafrudin menyerahkan pelimpahan aset piutang petambak sejumlah total Rp4.8 triliun kepada Menteri Keuangan saat itu, yang kemudian oleh Menkeu aset piutang petambak dijual bersama-sama PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) Rp220 milyar pada tahun 2007. Kemudian berdasakan audit BPK secara tiba-tiba ada kerugian negara Rp4.58 triliun.

Menurut Hasbullah, jika memang terjadi kerugian negara harusnya yang bertanggung jawab Menkeu dan PT PPA.

"Jadi salah kalau SAT yang disalahkan harusnya yang disalahkan yang memerintahkan, karena Syafruddin sudah selesai tahun 2004, sedangkan penjualan tahun 2007 dan bukan oleh Syafruddin," tegasnya.

Secara terpisah pengamat hukum pidana dari Univeristas Al Azhar Prof Suparji Ahmad menilai perkara yang menyeret Syafruddin memang ada unsur perdata karena soal kewajibannya telah diselesaikan melalui hubungan keperdataan. Namun adanya dugaan unsur kerugian negara, memperkaya orang lain atau korporasi.

"Itu menjadi tantangan bagi Pengadilan Tipikor, apakah bisa membuktikan adanya  nilai kerugian negara yang menjadi unsur pidana korupsi. Atau bisa jadi pengadilan membuktikan dugaan  bahwa terbitnya perjanjian MSAA ada unsur yang tidak sesuai dengan mekanisme hukum yang benar," jelasnya. [nes]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya