Berita

Foto/Net

Bisnis

Kementan Tepis Pernyataan Indonesia Tiap Tahun Defisit 1,5 Juta Ton Beras

SENIN, 28 MEI 2018 | 09:59 WIB | LAPORAN:

RMOL. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, Ketut Kariyasa heran dengan penilaian Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa yang meragukan kebenaran data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tentang kecukupan pasokan beras dan swasembada.

Andreas yang menyebutkan bahwa Indonesia setiap tahun defisit 1,5 juta ton beras dan harus mengimpor beras samgat tidak sesuai dengan fakta.

Menurut Ketut, asumsi yang diajukan Andreas serampangan yang hanya didasari intuisi dan klaim pribadi.


"Sangat disayangkan. Sebagai orang  yang selalu mengklaim membela petani, dia justru pendukung utama impor beras yang jelas sangat merugikan jutaan petani," kata Ketut di Jakarta, Senin (28/5).

Ketut menduga ada tujuan pribadi dan kepentingan  Andreas dari sikap yang disampaikannya selama ini.

Ia juga menjelaskan bahwa surplus beras dapat dihitung secara sederhana tanpa harus menggunakan data produksi BPS maupun menunggu rilis data baru BPS.

Ketut mencontohkan jumlah penduduk tahun 2018 sebesar 265 juta jiwa naik 12,8 juta jiwa sejak 2014-2018 dan membutuhkan tambahan konsumsi beras 1,7 juta ton beras. Jika dilihat di lapangan stok beras masih mencukupi untuk menutup kebutuhan beras. Bahkan bisa melebihi kebutuhan.

"Ini artinya produksi padi petani meningkat dan sudah digunakan untuk konsumsi. Bahkan berlebih alias surplus, terbukti masih adanya stock di masyarakat," ujarnya.

Ditegaskan Ketut, produksi beras saat ini surplus alias tidak ada defisit beras sama sekali. Buktinya setiap akhir tahun stok beras di Bulog dan di masyarakat terpenuhi. Ia menyebutkan saat ini stok beras Bulog per 25 Mei 2018 sebanyak 1,39 juta ton.

"Juga stok masyarakat ada di petani, penggilingan, pedagang, konsumen, hotel, restoran dan katering, serta industri makanan minuman. Jadi Statment kita defisit 1,5 juta per tahun sangat disayangkan," jelasnya.

Ketut menambahkan, bukti lain surplus beras bisa dilihat dari hasil survei Sucofindo 2017. Dalam survei itu ada stock beras delapan juta ton tersebar di seluruh pelaku tadi. Ini diperkuat dengan survei sebelumnya, yakni survei BPS  tahun 2015 bahwa stock beras pada bulan Maret, Juni dan September 2015 berkisar 8 hingga 9,7 juta ton.

"Ini artinya tidak butuh impor," ungkapnya.

Fakta berikutnya, lanjut dia, sesungguhnya kita belum mengonsumsi beras impor sejak tiga tahun terakhir. Penjelasannya, pada 2016 itu impor beras merupakan luncuran dari impor Bulog 2015. Pada 2017 tidak ada impor beras. Pada 2018 beras impor 500 ribu ton itu masih disimpan di Gudang Bulog.  Stok beras Bulog 1,39 juta ton saat ini cukup untuk Rastra hingga enam bulan ke depan.

“Stock beras Bulog juga akan bertambah seiring masih ada panen raya Juni hampir dua juta hektar,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa impor telah dikendalikan. Buktinya, tidak ada impor cabai segar dan bawang merah. Bahkan 2017 telah membalikkan menjadi ekspor bawang merah 7.750 ton ke enam negara tetangga. Nilai ekspor pertanian 2017 sebesar Rp 441 triliun atau naik 24 persen dibandingkan 2016. Bahkan Indonesia juga sudah mampu mengekspor telur, olahan daging ayam, kacang edamame, buah dan sayuran lebih dari 20 negara.

“Ini kan prestasi besar. Jadi jangan apriori terhadap kinerja para petani kita, kasihan dengan statment pengamat seperti ini yang penuh kepentingan bisnis,” katanya.

Sementara itu, Kabid Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian BB Padi, Suprihanto menilai bahwa tudingan Andreas yang menjabat sebagai ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) pernah bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) tahun 2017. Kerja sama itu langsung dihentikan BB Padi karena ternyata AB2TI tidak memahami prosedur dan kaidah standar pelepasan varietas.

“Iya dibatalkan karena mengabaikan beberapa tahapan pelepasan variretas,” ujar Suprihanto.

Hal senada juga diungkapkan oleh Staf Humas Kementan, Rico Simanjuntak. Rico menduga ada motif tertentu dibalik komentar Andreas tersebut. Termasuk isu politis dimana tahun 2014 lalu Andreas pernah diisukan akan maju sebagai salah satu calon menteri. Selain itu gagalnya bisnis Andreas di bidang perbibitan menurutnya turut menyumbang sikap tersebut.

“Lha, jabatan itu kan amanah. Makanya jangan sampai ini terjadi. Kalau ada orang barisan sakit hati menjadi pengamat, apalagi berafiliasi dengan mafia beras ya mesti hati-hati berkomentar. Kini sudah lebih dari 30 kasus oplos dan mafia beras diproses hukum," pungkasnya. [nes]


Populer

UPDATE

Selengkapnya