Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR menggelar refleksi kemerdekaan RI, yang jatuh di bulan ramadhan untuk untuk semakin mengokohkan semangat nasionalisme.
Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini mengingatkan, saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Presiden pertama RI Sekarno tepat saat bulan suci ramadhan.
"Proklamator kita membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 ramadhan dan sedang berpuasa. Artinya ada spirit kemerdekaan dalam ibadah puasa ramadhan. Itu yang penting kita refleksikan agar ramadhan juga menjadi memontem kemerdekaan dan nasionalisme bangsa Indonesia," kata Jazuli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).
Bicara spirit kemerdekaan setelah 72 tahun merdeka, menurut Jazuli, tentu tak lepas dari upaya bersama untuk mewujudkan tujuan bernegara yang jika dirangkum ada dua, yaitu menghadirkan kesejahteraan rakyat dan menjaga kedaulatan bangsa.
"Tujuannya supaya menjadi perhatian pemerintah bahwa kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan lapangan kerja untuk rakyat, harus lebih diutamakan daripada tenaga kerja asing betapapun kita perlu investasi," terangnya.
Terkait isu tersebut, Fraksi PKS telah membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki dan turut mengusulkan dibentuknya Pansus DPR terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) yang saat ini sedang bergulir.
Kesimpulan sementara memang ada masalah dalam regulasi dan kebijakan pemerintah, selain lemahnya pengawasan.
"Data dan fakta berbicara dan ini hasil investigasi dan penelitian yang kredibel seperti dari serikat pekerja dan terbaru hasil penelitian LIPI, kebijakan pemerintah yang longgar terhadap investasi asing termasuk kebijakan bebas visa menjadi penyebab maraknya migrasi TKA terutama dari RRT ke dalam negeri. Sayangnya sebagiannya banyak tenaga kasar dan ilegal," paparnya.
Jazuli menyebutkan sejumlah kebijakan itu antara lain Perpres 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA, kebijakan bebas visa berdasarkan Perpres 69 Tahun 2015 (45 negara) dan Perpres 21 Tahun 2016 (169 negara), dan penghapusan kewajiban TKA berbahasa Indonesia berdasarkan Permenaker 16 Tahun 2015.
"Ini serius soal keberpihakan pemerintah pada nasib tenaga kerja sendiri dan juga menyangkut kedaulatan negara terutama di bidang ekonomi. Jangan sampai atas nama investasi negara kita rugi apalagi sampai mengorbankan kebutuhan lapangan kerja rakyat sendiri," beber Jazuli.
[fiq]