Berita

Foto/Net

Bisnis

OJK Minta Bank Teruskan Pendanaan

88 Persen Multifinance Masih Berstatus Sehat
SELASA, 22 MEI 2018 | 09:13 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Mayoritas perusahaan pem­biayaan (multifinance) masih dalam kategori sehat, baik dari sisi aset, laba maupun risiko pinjaman. Karenanya, industri perbankan tidak perlu ragu un­tuk menggelontorkan dananya ke multifinance.

Dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total 191 perusa­haan pembiayaan yang terdaftar, sekitar 88 persennya (78 perusa­haan) sehat dan 12 persen atau 22 perusahaan masuk kategori tidak sehat.

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II OJK Mochammad Ihsanuddin mengatakan, perusa­haan yang masuk kategori tidak sehat pun beragam. Ada yang kategori ringan, sedang dan berat. Dari 22 perusahaan, sekitar lima perusahaan telah dibekukan, delapan perusahaan mendapat sanksi dan sisanya, sembilan pe­rushaan, masuk kategori kurang sehat namun tetap beroperasi.


"Secara industri, perusahaan pembiayaan masih banyak yang cukup baik. Jadi jangan dilihat yang sakit saja, sehingga memberikan kekhawatiran ke masyarakat," ucap Ihsanuddin di acara paparan kinerja industri pembiayaan di Jakarta, kemarin.

Ia melanjutkan, saat ini me­mang ada lima perusahaan yang mendapatkan surat pembatasan usaha atau pembekuan oleh OJK. Bagaimana nasibnya kemudian, kata Ihsanuddin, pihaknya masih melihat perkembangannya

"Jika berlanjut statusnya dan tidak dipenuhi syarat-syaratnya, dia bisa hilang dari peredaran atau dicabut izinnya. Atau jika mau (tetap beroperasi), dia harus memenuhi persyaratan menge­nai kesehatan, baik dari sisi aset, laba dan lainnya," ucap Ihsan.

Sekadar diketahui, kelima perusahaan yang usahanya yang masuk kategori pembekuan oleh OJK di antaranya PT Asia Mul­tidana, PT Kapitaling Finance, PT PAN Pembiayaan Maritim, PT Kembang 88 dan PT SNP Finance.

Ihsanuddin kemudian merinci, per Maret 2018, aset perusahaan multifinance mencapai Rp 483,9 triliun atau naik 7,65 persen secara tahunan dibanding Maret 2017 sekitar Rp 34,4 triliun. Sementara piutang pembiayaan, naik year on year (yoy) 6,08 persen. Secara nominal menca­pai Rp 24,4 triliun dengan nilai outstanding Rp 419,2 triliun.

"Untuk sumber pendanaan, mayoritas berasal dari pinja­man yang berupa pinjam luar negeri, dalam negeri dan pener­bitan bond atau obligasi maupun Medium Term Note (MTN)," tuturnya.

Sementara, lanjut Ihsanuddin, dari sisi pertumbuhan pinjaman dalam negeri tumbuh 8,40 persen atau sebesar Rp 179,8 triliun mendominasi dengan portofolio mencapai 52,5 persen.

Pinjaman luar negeri menca­pai Rp 91 triliun dan penerbitan obligasi maupun MTN total Rp 71,7 triliun atau sekitar 20,9 persen dari total pinjaman.

Dari sisi laba, multifinance juga mencatat kenaikan laba di kuartal I-2018 sebesar Rp 3,74 triliun yoy atau sekitar 20,50 persen. Naiknya laba mening­katkan ROA (return on asset) 4,36 persen dan ROE (return on equity) 013,20 persen.

Untuk risiko pinjaman ber­masalah (Non Performing Loan/ NPF) nett 1,17 persen dan gross 3,25 persen, atau terjadi kenaikan yoy Maret 2017 dari NPF gross 3,16 persen. "Ini memang dialami semua industri yang menyalurkan pembiayaan," klaimnya.

Ihsanuddin mengakui, dalam upaya menyehatkan perusa­haan pembiayaan yang sakit tidaklah mudah. Namun bukan berarti bank harus menghentikan kucuran dananya.

"Kami mendukung (penye­hatan) tapi jangan sampai di-stop juga (dana dari bank). Karena itu akan memberikan multieffect. Kami selalu berkoordinasi dengan pengawas perbankan. Bagaimana secara rasional mempertahan bisnis pembiayaan," ujarnya.

Ia berharap, ke depan, pe­rusahaan tersebut melakukan inisiasi perusahaan pembiayaan, agar menyampaikan laporan dan pemberitahuan dalam rencana bisnis pembiayaan.

"Misalnya, jika ingin menge­luarkan MTN harus melaporkan ke OJK paling lambat enam bu­lan sebelum penerbitan. Karena OJK bisa melakukan assesment, untuk mencegah perusahaan yang batuk-batuk atau tak se­hat," terangnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusa­haan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno berpendapat, tindakan pembekuan perusahaan multifinance dikhawatirkan ber­dampak pada industri multifinance secara keseluruhan. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya