Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus penyitaan yacht Equanimity tidak sah. Bareskrim Polri diperintahkan mengembalikan kapal mewah itu kepada pemiliknya.
"Menyatakan sita terhadap kapal Equanimity terhadap pemohon berdasarkan surat perintah penyitaan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum," puÂtus hakim tunggal Ratmoho.
"Membatalkan surat perintahpenyitaan. Menghukum temoÂhon untuk mengembalikan kaÂpal yacht Equanimity kepada pemohon," lanjutnya.
Dalam pertimbangan putusan,Ratmoho berpendapat seharusÂnya Bareskrim mengikuti ketenÂtuan UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana.
Mengacu kepada beleid tersebut, FBI seharusnya mengajukan permintaan banÂtuan penyitaan ke Kementerian Hukum dan HAM dulu. Namun prosedur itu tak dilakukan.
FBI justru mengajukan permintaan operasi gabunganpenyitaan ke Polri. Menindaklanjuti permintaan itu, Bareskrim menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atau membuka perkara baru.
"Polri telah melampaui wewenang dalam melakukan penyitaan tersebut karena yang diÂminta adalah untuk melakukan operasi gabungan, tetapi Polri malah melakukan perkara piÂdana sendiri dan berdasarkan KUHAP," nilai Ratmoho.
Penyitaan dilakukan untuk proses penyidikan perkara. Namun perkara dugaan tinÂdak pidana pencucian uang di Amerika belum terbukti.Lantaran itu, menurut Ratmoho, Polri tidak dapat melakukan penyitaan yacht.
"Kalau belum ada tindak pidana yang terjadi di negara tersebut meminta sehingga, walaupun ada hubungan baik antara Polri dan FBI, tidak serta-merta Polri melakukan apa yang diminta dengan FBI. Karena Polri melakukan pendaÂlaman terlebih dahulu atas banÂtuan tersebut," kata Ratmoho.
Gugatan praperadilan penyitaan ini diajukan Equanimity Cayman selaku pemilik yacht. Melalui kuasa hukumnya, Andi F Simangunsong, Equanimity meminta hakim membatalÂkan surat perintah penyitaan yang diterbitkan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim tanggal 26 Februari 2018.
"Penyitaan yang dilakuÂkan tidak sah karena meÂlanggar prosedur penyitaan dalam Undang Undang Nomor 1/2006," sebut Andi.
Untuk diketahui, yacht Equanimity diamankan Bareskrim saat berada di perairan Tanjung Benoa, Bali 28 Februari 2018. Kapal seharga Rp 3,5 triliun itu memasuki perairan Indonesia sejak November 2017 dan sempat berlayar ke Sorong, Raja Ampat, Maluku, NTB dan NTT. ***