Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memberikan dampak negatif bagi ekonomi Indonesia. Bursa efek pun kena getahnya. Banyak investor yang memilih wait and see.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menegaskan, pasar tidak lesu karena perang dagang AS dengan China. Hanya saja pelaku pasar masih wait and see.
"Bukan pasar lesu, orang daÂlam ketidakpastian itu menungÂgu. Pasar itu selalu naik turun," ujar Tito di Gedung BEI, Jakarta, kemarin.
Dia menganggap wajar
wait and see yang dilakukan pelaku pasar. Sebab, dengan kondiÂsi seperti saat ini, segala keÂmungkinan masih bisa terjadi. Sehingga investor lebih terkesan hati-hati dalam menanamkan modalnya. "Mereka menunggu, bukan takut," cetusnya.
Tito mengatakan, pergerakan pasar modal Indonesia tengah fluktuatif. Meski begitu, konÂdisinya masih baik, dan tidak perlu dikhawatirkan. Perubahan pada indeks banyak dikarenakan dampak ekonomi global, khususÂnya perang dagang AS-China.
Apalagi, lanjut Tito, perang dagang AS-China membuat negara besar lainnya menerapÂkan kebijakan proteksionisme perdagangan. Dengan begitu, guncangan itu sangat berasa bagi pasar modal Indonesia.
"Yang menakutkan protekÂsionisme, kalau global terganggu dengan kebijakan tiga negara besar. Tapi balik lagi ke konÂdisi fundamental. Pertumbuhan emiten kita di atas 20 persen, produk kita masih bagus, itu yang membantu," jelasnya.
Untuk membuat investor lebih pasti, ada langkah khusus yang diberikan bursa. Di antaranya, memberikan informasi sejelas mungkin mengenai kondisi ekonomi domestik dan global saat ini. "Antisipasi, informasi kita bagikan, gimana gejolak di dunia harus tahu. Informasi ekonomi stabil, emiten bagus dan plus minus (persepsi) kita tidak pernah tahu," imbuh Tito.
Wakil Dewan Penasehat KaÂmar Dagang dan Industri (KaÂdin) Chris Kanter mengatakan, secara tidak langsung perang dagang AS-China berdampak ke Indonesia. Khususnya dana yang masuk melalui pasar modal.
Chris menyebut, peran China dalam perdagangan dunia sangat besar. "Jadi dunia usaha jika melihat ada pertarungan dua raksasa pasti
wait and see, melihat dampaknya seperti apa. Yang mestinya masuk, mereka tahan," ujarnya.
Selain dana dan investasi, Chris juga mengkhawatirkan upaya Negeri Panda mencari pasar alternatif karena harus menjual barang dagangannya.
"Biasanya kalau ada embargo, China banting harga. Bukan tidak mungkin banjirnya ke InÂdonesia. Itu kemungkinannya," ingatnya.
Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere menamÂbahkan, ekspektasi dicapainya kesepakatan atas perang dagang AS-China menopang pergerakan saham.
"Meski kekhawatiran perang daÂgang Amerika dan China mereda, tapi bukan berarti isu tersebut hilang. investor diharapkan tetap waspada," pesan Nico.
Direktur Eksekutif ASEAN Study Center FISIP Universitas Indonesia (UI) Edy Prasetyono telah menduga bakal terjadi perang dagang AS dan China. Konflik ini terjadi, justu karena pemikiran Donald Trump. Meski begitu, ada pelajaran yang bisa diambil dari perseteruan itu.
Pertama, seluruh negara terÂmasuk Indonesia harus memperÂtahankan strategi keterbukaan, dan mewujudkan pembangunan melalui kerja sama multi arah. Kedua, mendukung dan menyemÂpurnakan kode etik internasional, termasuk sistem perdagangan internasional. ***