Penugasan yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengelola blok minyak dan gas bumi (migas) yang habis masa kontraknya dinilai masih perlu dikaji lagi.
Hal ini untuk menghindari kerugian pada Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).
Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyarankan agar pemerintah mengkaji kembali efektivitas kebijakan yang baru dibuatnya tersebut.
"Tujuan awal menjadikan Pertamina operator Blok Terminasi itu agar ada produksi yang konstan. Produksi seperti ini tentu harus dibarengi dengan injeksi kapital," kata Fabby.
Namun masalahnya blok tersebut dinilai oleh perusahaan tidak menarik dari sisi ekonomi. Iklim investasi perlu dirancang agar menarik kembali.
"Kalau blok itu dinilai tidak ekonomis lalu dibebankan semuanya ke Pertamina, ini kan bahaya. Maka kapital dia bisa habis," kata Fabby.
Lebih jauh dia menyebut kondisi baru-baru ini adalah hilangnya nama China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan PT Saka Energi Indonesia dalam daftar pemegang hak partisipasi (PI) anyar blok Southeast Sumatra (SES) yang akan habis kontraknya tahun ini.
Ia mengatakan, tidak bisa dipastikan Pertamina menjaga tingkat produksi blok migas yang dialihkan hak operatornya.
Fabby mencontohkan, hal tersebut terjadi pada 2011 lalu saat blok West Madura Offshore (WMO) diambil alih PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dari CNOOC dan Kodeco. Ketika itu produksi minyak WMO anjlok dari rata-rata 14 ribu barel per hari (bph) menjadi hanya 1.200 bph.
Padahal tahun itu, APBN berharap bisa mendapatkan uang hasil lifting sebanyak 20 ribu bph dari WMO. Sampai Oktober 2017 lalu tercatat, produksi minyak WMO baru menyentuh angka 7.500 bph.
"WMO itu contohnya yang diambil alih PHE jebloknya sampai dua tahun baru produksinya bisa naik. Itu risiko yang seharusnya diperhatikan pemerintah," kata Fabby.
Saran dia, sebaiknya pemerintah melelang ulang blok-blok migas terminasi sehingga semua perusahaan bisa bersaing memperebutkannya berdasarkan asas keekonomian. Negara menurut dia perlu menguatkan Pertamina jika ingin menambah tugas pada perusahaan pelat merah tersebut.
"Jangan semuanya harus dikerjakan oleh BUMN karena investasi swasta masih diperlukan, tujuannya untuk membagi risiko karena industri migas ini high risk, high capital, makanya dalam hal ini risikonya jangan dikasih ke Pertamina semua," tegas Fabby.
[wid]