Berita

Foto: Net

Politik

SERI COLLAPSE 4

Mencermati Fenomena Runtuhnya Perangkat Peradaban “Dunia Lama”

SENIN, 09 APRIL 2018 | 10:59 WIB | OLEH: HARIS RUSLY MOTI

“DUNIA pasti berputar, ada saatnya semua harus berubah, ingat pasti bertukar, kita harus siap hadapi semua, ikhlaskan segalanya, jalani semua yang ada di dunia”.

Demikian lirik lagu dengan judul “Dunia Pasti Berputar” yang dinyanyikan oleh group band ST-12.

Lirik lagu di atas sangat filosofis dan menggambarkan situasi dunia saat ini. Ketika mutasi kehidupan dan pertukaran nasib berlangsung secara sangat revolusioner. Mereka yang dulunya berdiri di puncak piramida, harus ikhlas bertukar nasib dengan mereka yang ada di kaki piramida.


Tanpa disadari, revolusi digital yang berlangsung saat ini telah menyeret kita berdiri di atas tapal batas antara peradaban dunia yang lama (the old world) dengan peradaban dunia yang baru (a new world).

Runtuhnya Perangkat Peradaban
Jika kita mencermati arah dari keadaan dunia saat ini, dapat digambarkan persis seperti piramida yang runtuh menjadi hamparan.

Ketika sistem pengetahuan, teori, ideologi, hingga sistem politik yang menjadi perangkat peradaban dari dunia yang lama runtuh menjadi hamparan. Ketika perangkat peradaban itu tak efektif lagi berfungsi sebagai pisau analisa, maupun sebagai landasan dan panduan dalam membangun peradaban.

Sebagaimana teknologi yang mempunyai masa kadaluwarsa (expired) yang sangat singkat, misalnya Blackberry dan Nokia yang telah menjadi almarhum. Demikian juga perangkat peradaban, baik sistem pengetahuan, ideologi, teori hingga sistem politik, juga mempunyai masa kadaluwarsanya.

Perhatikan sistem Kesultanan di Yogyakarta, yang telah bernasib seperti Blackberry. Bahkan seorang raja yang pernah sangat berkuasa di era yang lampau, untuk bisa efektif dalam memerintah, dia harus menyesuaikan diri dengan perangkat peradaban yang baru, yaitu dengan menjadi Gubernur.

Jika kita perhatikan, bentuk dan susunan dari peradaban a new world yang berkembang saat ini tak sama persis seperti peradaban the old world yang berbentuk piramida.

Dunia yang baru tak lagi berbentuk prisma, segi lima, yang mengkerucut ke puncak piramida, dengan pusat kendalinya yang tunggal dan simetris, baik kendali sistem pengetahuan maupun kendali kekuasaan.

Kita memang telah masuk ke dalam ekosistem dari dunia yang baru, yang ditandai oleh revolusi digital, ketika teknologi informasi menjadi lokomotif yang menghamparkan kehidupan masyarakat yang sebelumnya berbentuk piramida.

Perhatikan, jika di dunia yang lama, akses terhadap sumber-sumber informasi dan pengetahuan hanya dimonopoli oleh segelintir elite masyarakat, baik elite kekuasaan maupun elite intelektual yang berada di puncak piramida.

Berbeda dengan dunia yang baru, melalui gadget di tangan, seluruh masyarakat dari berbagai level mempunyai kesempatan yang sama untuk mengakses informasi dan sumber pengetahuan.

Dunia yang lama adalah sebuah dunia yang dibentuk dan digerakan oleh mesin revolusi industri, yang menggantikan sistem ekonomi agraris yang manual dan feodalistik.

Dunia yang lama yang dibentuk oleh revolusi industri tersebut telah melahirkan sejumlah perangkat peradaban, baik filsafat, ideologi, teori, maupun sejumlah konsensus di dalamnya.

Ideologi kapitalisme, beserta anti-tesanya sosialisme, demikian juga teori tentang demokrasi dan konstitusi, hingga konsep tentang negara bangsa (nation state), sebetulnya adalah produk dari revolusi industri yang menjadi perangkat peradaban dari dunia yang lama.

Bahkan teori tentang perubahan sosial, diantaranya seperti teori revolusi sosial, yang dilakukan secara manual melalui gerakan massa, adalah produk dari situasi revolusi industri, yang menjadi bagian dari perangkat peradaban dari dunia yang lama.

Di dalam dunia yang baru, baik teori revolusi sosial maupun metode perjuangan politik, yang bersifat manual seperti itu, tak kompatibel lagi dengan situasi yang berkembang, tak efektif lagi menjadi metode perjuangan.

Sebagai contoh kasus, di dalam dunia yang baru, pesan politik dapat diterima secara cepat oleh setiap anggota masyarakat melalui media sosial. Meme politik telah menggantikan fungsi dari grafiti action (aksi corat coret), demikian juga broadcast massage telah menggantikan fungsi dari pamflet dan selebaran politik.

Dunia Baru Tanpa Perangkat Peradaban

Namun, yang menjadi masalahnya adalah belum terjadi mutasi dari perangkat peradaban yang lama dengan pembentukan perangkat peradaban dari dunia yang baru.

Akibatnya perangkat peradaban yang melandasi dan memandu dunia yang baru saat ini, masih menggunakan perangkat peradaban dari dunia yang lama, yang tidak kompatibel lagi dengan gerak zaman.

Sebagai gambarannya, hingga saat ini kita belum menemukan karya intelektual, baik filsafat, ideologi hingga teori yang menjadi perangkat peradaban dari dunia yang baru tersebut.

Perangkat peradaban sangat dibutuhkan dalam melandasi serta memandu arah dan tujuan dari revolusi di tingkat teknis, yaitu revolusi teknologi informasi yang telah mengubah secara mendasar kehidupan umat manusia tersebut.

Demikian juga, hingga saat ini kita belum menemukan jawaban ideologis dalam menghadapi situasi borderless yang telah menjebol batas negara. Sama halnya, belum ada rumusan filsafat dalam membedah dan menjawab fenomena revolusi digital yang berpotensi mengubur konstitusi yang mengatur setiap negara.

Kita juga belum menemukan jawaban teoritik dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yang secara bertahap akan digantikan perannya oleh sistem robotic yang lebih efektif dan efisien.

Dapat dikatakan dunia yang baru saat ini adalah dunia tanpa perkakas peradaban, yang melandasi dan mamandu setiap gerak perubahan, agar setiap revolusi teknologi tak menyimpang dari nilai-nilai illahiah yang kekal dan abadi.

Dunia yang baru saat ini persis seperti generasi millenial yang terlihat sangat modern dan bergaya, tapi “galau” seperti musafir yang tak punya arah dan tujuan.[***]


Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 dan Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya