Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusi Visme Islam Indonesia (63)

Kekhususan Nasionalisme Indonesia

JUMAT, 06 APRIL 2018 | 10:06 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

FAKTOR nasionalisme In­donesia salah satu perekat bangsa yang sangat efek­tif. Nasionalisme Indonesia juga mengantarkan inklusiv­isme Islam Indonesia. Ke­unikan nasionalisme Indo­nesia paralel dengan prinsip dasar ajaran agama Islam. Islam adalah sebuah ajaran yang sarat dengan nilai-nilai universal, sedang­kan nasionalisme sarat dengan nilai-nilai lokal. Namun demikian antara keduanya bisa hidup berdampingan bahkan menyatu di dalam pe­nampilan, sebagaimana bisa dilihat dalam nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law). Nasionalisme Indonesia memper­temukan antara keduanya tanpa menimbulkan distorsi dan reduksi makna secara signifikan.

Islam tetap eksis sebagaimana adanya di bumi Indonesia di satu sisi. Di sisi lain nasional­isme tetap menemukan diri juga sebagaimana adanya.

Sebagai sebuah bangsa dan negara besar, terdiri atas ribuan pulau berikut kondisi objektif suku bangsa, agama dan bahasanya berbeda satu sama lain, sudah barang tentu terbayang betapa rumit mengaturnya. Apalagi dengan ke­beradaan geografis Indonesia yang menduduki posisi silang di tengah percaturan gelombang peradaban dan globalisasi. Ujian dan tantangan Nasionalisme Indonesia akan semakin berat.


Sebagai umat dan sebagai warga bangsa se­harusnya kita selalu terpanggil untuk ikut mera­wat Nasionalisme Indonesia agar tetap konsis­ten seperti sejak awal diperkenalkan oleh the founding father kita. Sudah tidak lagi zamannya memperhadap-hadapkan antara Islam nasion­alisme, karena sejarah bangsa ini telah menye­lesaikannya secara konstruktif berbagai perso­alan yang bersifat konseptual.

Kita perlu mengenang Prof. Soenario, yang termasuk arsitektur Nasionalisme Indone­sia, pernah menyatakan bahwa dasar dan tu­juan nasionalisme Indonesia adalah persa­maan keturunan, persamaan kepercayaan dan agama, bahasa, dan kebudayaan.

Asal usul orang-orang Indonesia dari rum­pun bangsa Ostronesia (Indo China) dan ben­tuk fisiknya mirip satu sama lain yang dalam an­tropologi disebut Palaemongoliden (Mongolide tua). Persamaan agama di sini dimaksudkan sebagai agama-agama menjadi sumber moti­fasi kuat digunakan untuk melawan dan men­gusir penjajahan. Karena Indonesia mayoritas umat Islam maka peran Islam sedemikian be­sar di dalam mewarnai nasionalisme Indonesia, namun tidak berarti agama lain tidak terakomo­dasi di dalam NKRI ini.

Nasionalisme Indonesia konsep dasarnya tercermin di dalam Pembukaan UUD 1945. Jika dicermati maka ada lima unsur utama yang mendasari terbentuknya nasionalisme Indo­nesia di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: Bertujuan untuk mewujudkan dan mempertah­ankan kemerdekaan bangsa, mewujudkan dan mempertahankan persatuan nasional, mewu­judkan dan memelihara keaslian dan keistime­waan, mewujudkan dan memelihara pembe­daan dan ciri khas di antara bangsa-bangsa yang ada, dan berperan serta mewujudkan ke­tertiban dan kesejahteraan dunia. Pada mulan­ya konsep nasionalisme Indonesia lebih identik dengan kultur keislaman, namun setelah Na­tional Indische Party (pengganti Indische Partij) dalam kongres nasional se Hindia tahun 1922 yang memperkenalkan konsep nasionalisme Hindia.

Perkembangan berikutnya faktor kultur Jawa ikut lebih dikenalkan, terutama setelah peristi­wa "Jawi Hisworo", yang menghasilkan konsep nasionalisme Jawa (committee voor het Java ansche nationalism). Karena kultur Jawa juga banyak identik dengan kultur Islam maka kedua konsep nilai ini tidak berhadap-hadapan satu sama lain. Meskipun tidak bisa diingkari masih di sana-sini ada pernik-pernik yang memerlu­kan penyelesaian secara on-going process.

Antara Islam dan nasionalisme di masa awal bangsa Indonesia tidak banyak dipermasalah­kan. Bahkan HOS Tjokrooaminoto selaku pemimpin Sarekat Islam pada tahu 1925 menya­takan: "Islam sepertujuh bahagian rambutpun tak menghalang dan merintangi kejadian dan kemajuan nasionalisme ang sejati’tetapi mem­ajukan dia." Pderkembangan menjadi lain set­elah Soekarno terlalu kencang menyuarakan konsep nasionalisme Indonesia yang lebih me­nekankan kepada rasa cinta Tanah Air. Inilah kemudian mengejahwentahkan Islam Indone­sia yang inklusif. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya