Berita

Mengenal Inklusi Visme Islam Indonesia (59)

Tidak Menolerir Budaya Diskriminasi

SELASA, 03 APRIL 2018 | 08:17 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

NILAI-nilai persamaan se­bagai sesama warga bang­sa yang pernah mengalami nasib pahit hidup di bawah penjajahan, merupakan fak­tor penting tumbuhnya ink­lusifisme keagamaan di In­donesia. Apalagi di dalam Islam, ajaran persamaan kemanusiaan didoktrinkan di dalam Al-Qur'an. Sejumlah ayat Al-Qur'an dan hadis menegaskan ajaran persamaan (al-mu­sawa), toleransi (tasamuh), kemerdekaan (hur­riyyah), kesetaraan jender ('adalah jinsiyyah), penghargaan terhadap HAM (insaniyyah), dan yang terpenting pengakuan terhadap agama-agama dan kepercayaan lain. Al-Qur'an secara eksplisit menyebutkan 15 kali agama Nasrani, 26 kali agama Yahudi, dua kali aliran keper­cayaan (Shabiin), dan sekali majusi.

Sejalan dengan budaya luhur bangsa Indo­nesia, ajaran Islam juga tidak pernah mem­perkenalkan istilah kelompok mayoritas-minori­tas (aktsariyah-akaliyah). Baik ketika ia menjadi kelompok minoritas di Mekkah maupun ketika menjadi kelompok mayoritas di Madinah. Isti­lah kelompok mayoritas-minoritas muncul da­lam dunia Islam, menurut Dr. Kamal Said habib, dikenal dalam pemerintahan Dinasti Ustani (Kerajaan Ottoman) Turki ketika bersinggun­gan dengan beberapa kelompok masyarakat/ negara yang berada di bawah kelompok protek­torat negara-negara besar Eropa. Para ulama fikih, terutama empat imam mazhab terkemu­ka Sunni, yaitu Anu Hanifah, Malik, Syafi', dan Ahmad ibn Hanbal, juga tidak memperkenalkan konsep moyoritas-minoritas. Hal ini bisa dipa­hami karena dalam Islam tidak dibedakan hak antara orang-orang yang tergolong dari kelom­pok mayoritas maupun kelompok minoritas.

Al-Qur'an mengajarkan kepada Nabi Mu­hammad agar memperlakukan kelompok mi­noritas sebagai bagian dari manusia yang harus dihargai, sebagaimana ditegaskan: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam. (Q.S. Al-Isra'/17:70). Apa pun jenis kelamin, etnik, kewarganegaraan, dan aga­manya harus mendapatkan hak-hak kemanu­siaan yang sama. Lebih khusus lagi Allah Swt mendiktekan kalimat yang harus disampaikan kepada kelompok non-muslim ketka itu: Lakum dinukum waliyadin (Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku"/ Q.S. al-Kafirun:109: 6).


Ada sejumlah ayat dalam Al-Qur’an dapat dimaknai kelompok minoritas dan mayoritas tetapi tidak menunjukkan adanya kelas, me­lainkan hanya mengkategorian sementara un­tuk membedakan antara satu dengan lainnya. Di antara ayat-ayat tersebut ialah: Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjum­lah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan men­culik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu ber­syukur. (Q.S. al-Anfal/8: 26). Demikian pula da­lam ayat: Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan go­longan yang banyak dengan izin Allah. Dan Al­lah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al- Baqarah/2:249).

Ayat-ayat tersebut di atas tidak mengisyarat­kan kempok mayoritas lebis istimewa daripa­da kelompok mayoritas. Bahkan ayat kedua menunjukkan tidak tertutup kemungkinan justru kelompok minoritas akan memperoleh keuta­maan jika bekerja keras dan professional. Pem­bedaan kelompok atas nama jumlah di dalam Islam tidak memilki akibat politik secara sig­nifikan. Nabi berkali-kali memili opsi pendapat yang didukung minoritas ketimbang pendapat yang didukung mayoritas. Contohnya perjan­jian Hudaibiyah yang sangat monumental itu. Nabi tetap memilih keyakinannya sendiri bersa­ma sejumlah kecil sahabat ketimbang pertim­bangan sejumlah besar sahabatnya. Tegasnya istilah mayoritas dan minoritas tidak pernah di­jadikan acuan Nabi di dalam menentukan kebi­jakan politik. Yang terpenting, mana di antara kelompok itu secara professional di situlah Nabi akan memihak.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya