Kapal pembangkit listrik terapung atau yang dikenal dengan marine vessel power plan (MVPP) milik PT Karpowership Indonesia menggunakan bahan bahar minyak (BBM) jenis heavy fuel oil (HFO) dan juga bahan bakar gas (BBG). Penggunaan dua fuel (bahan bakar) ini dinilai lebih hemat dari sisi biaya dan ramah lingkungan.
"Pembangkit yang digunakan Powership didesain menggunakan kombinasi bahan bakar fosil dan bahan bakar gas demi memaksimalkan efisiensi. Fleksibilitas bahan bakar antara HFO berkadar sulfur rendah dan LNG (gas cair) dalam proses produksi listriknya bisa menekan harga terendah dan dapat meminimalisir kebutuhan pengeluaran bahan bakar," ujar Direktur Regional Asia Pasifik PT Karpowership Indonesia, Ufuk Berk di Jakarta, Selasa (27/3).
Ufuk menjaskan, kapal ini tidak menggunakan bahan bakar diesel karena biayanya yang mahal sehingga kelebihan ini yang membedakan Powership dengan pembangkit listrik terapung lainnya. Bahan bakar yang dipilih disesuaikan dengan ketersediaan di lokasi dimana pembangkit listriknya beroperasi.
Menurutnya, banyak negara tidak memiliki pipa distribusi LNG atau fasilitas lain untuk mengimpor gas alam. Untuk negara yang memiliki kebutuhan seperti itu dapat dengan mudah mengimpor HFO berkadar sulfur rendah sebagai bahan bakar efisien dan murah tanpa harus membangun fasilitas distribusi. Selain itu dengan Floating Regasification Unit; LNG dapat secara langsung digunakan pada Powerships dari Kapal LNG, sehingga memungkinkan tidak ada biaya infrastruktur yang harus dilakukan dalam memanfaatkan gas alam di Powerships.
Ia menambahkan bahwa HFO berkadar sulfur rendah telah digunakan banyak pembangkit listrik darat di seluruh dunia. HFO merupakan bahan bakar murah yang memungkinkan operator memproduksi listrik dengan biaya bahan bakar terendah. HFO dapat dibeli di pasar terbuka dengan harga yang kompetitif dan merupakan bahan bakar yang paling mudah ditemukan, paling banyak tersedia dan paling efisien dari segi biaya.
“Saat menggunakan HFO, kapal pembangkit listrik mampu melakukan semua langkah untuk tetap menjaga lingkungan sekitarnya serta meminimalisir segala dampak lingkungan karena kapal ini telah memenuhi standar-standar lingkungan global,†ujarnya.
Dengan menggunakan bahan bakar berkadar sulfur rendah, jelas Ufuk, emisi yang dihasilkan selalu di bawah titik kritis. Selain itu, langkah-langkah pencegahan tumpahan minyak dan kontrol ketat telah dilakukan oleh kapal pembangkit listrik terapung ini, begitu pula dengan limbah padat dan cair selalu dibuang melalui perusahaan pengelola limbah berlisensi.
Ufuk menjelaskan kapal pembangkit listrik yang disewa untuk memenuhi kebutuhan listrik memiliki beberapa kelebihan yakni, mulai dari tidak membutuhkan lahan untuk membangun pembangkit, mobilitas relokasi cepat, fleksibilitas dalam penggunaan bahan bakar, konsumsi bahan bakan lebih hemat, tingkat produksi limbah relatif rendah, dan pengaruh kebisingan terhadap masyarakat relatif lebih rendah.
"Hadirnya kapal pembangkit listrik ini merupakan solusi cepat untuk pemenuhan kebutuhan listrik sambil menunggu pembangkit permanen selesai dibangun," ujarnya.
[dem]