Banyaknya penyebaran berita bohong untuk mengadu domba pemerintah dan masyarakat membuat Malaysia memutuskan untuk membuat undang-undang baru mengenai hoaks. Pemerintah Negeri Jiran merancang UnÂdang-Undang yang melarang penyebaran "berita palsu" atau hoaks. RUU itu diajukan sebelum pemilihan umum Malaysia digelar.
Pemerintah Malaysia dan juga pihak oposisi mengaku sudah dirugikan dengan peÂnyebaran hoaks di media sosial dan media cetak.
Untuk menghentikan hoaks, yang bisa memercikkan api pertikaian, pemerintah MaÂlaysia akan menghukum berat mereka yang menyebarkan hoaks ke publik.
Di bawah RUU Anti Berita Palsu 2018 tersebut, siapa pun yang mempublikasikan berita palsu akan dijatuhi denda hingga 500.000 ringgit (sekitar Rp 1,76 miliar) atau hukuman hingga 10 tahun penjara atau keduanya.
"Undang-undang yang diusulkan berusaha untuk melindungi publik terhadap proliferasi berita palsu sekaliÂgus memastikan hak atas kebeÂbasan berbicara dan berekspreÂsi di bawah Konstitusi Federal dihormati," pernyataan dalam RUU ini, dikutip
Reuters.RUU tersebut mendeskripsiÂkan "berita palsu" sebagai "berita, informasi, data atau laporan yang seluruhnya atau sebagian salah". Klasifikasi itu termasuk fitur, visual dan rekaman audio.
Beberapa pihak menuding RUU ini akan mengancam kebebasan media di Malaysia, terutama menjelang pemilihan umum Agustus nanti. Namun pemerintah beralasan, RUU itu diajukan untuk melindungi publik dari berita palsu, namun tidak menghilangkan hak berbicara dan berekspresi yang diatur dalam konstitusi.
"Ini adalah serangan terhadap media dan untuk memicu ketaÂkutan di antara rakyat sebelum pemilu," kata anggota dewan oposisi Ong Kian Ming.
Undang-undang, yang meÂliputi publikasi digital dan media sosial itu juga berlaku untuk pelanggar di luar Malaysia, termasuk warga asing, selama Malaysia atau warga negara Malaysia terpengaruh. ***