Angkutan umum massal di kota penyangga Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) dibenahi terlebih dulu sebelum diterapkan sistem electronic road pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar kepada setiap kendaraan dari luar Jakarta yang masuk ke Jakarta.
Usulan itu disampaikan BaÂdan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk menÂgurangi kemacetan di jalanan Jakarta yang semakin akut.
Pengamat transportasi Masyarakat Transportasi IndoÂnesia (MTI) Djoko Setijowarno meminta kualitas dan kuantiÂtas angkutan umum massal di daerah-daerah penyangga IbuÂkota seperti Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok harus ditingÂkatkan.
Sebab, dengan penerapan ERP, penggunaan transportasi umum otomatis meningkat juga. Ini dulu yang harus dilakukan, sehingga publik punya alternatif untuk beralih.
"Revitalisasi angkutan umum di kawasan Bodetabek mutlak harus segera dilakukan. KaÂlau tidak terkesan dizalimi," kata Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulisnya kepada
Rakyat Merdeka.
Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku belum mendapat inÂformasi resmi usulan BPTJ ini. Anies akan mempelajari dulu. "Saya ingin baca lebih detail usulan BPT terlebih dahulu sebelum menanggapinya," ujar Anies singkat.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah meÂnyatakan, pembatasan kendaraan yang paling efektif memang meÂmakai jalan berbayar. Sementara soal penerapan ERP di Jakarat sendiri, Andri mengungkapkan, saat ini dalam proses lelang dan ditargetkan pemenang lelang akan didapat pada enam bulan mendatang
Djoko Setijowarno selanjutnya mengatakan, berdasarkan data Rencana Induk Transportasi JaÂbodetabek, dari 31.077.315 jiwa jumlah penduduk Jabodetabek saat ini, sekitar 24.897.391 di antaranya menggunakan kenÂdaraan bermotor. Kendaraan bermotor tersebut paling banyak 75 persen sepeda motor, 23 persen mobil pribadi dan hanya 2 persen angkutan umum.
Total pergerakan di JaboÂdetabek juga semakin meninÂgkat. Pada 2018 pergerakan kendaraan diproyeksi sudah mencapai 50 juta pergerakan per hari. Sayangnya ini berbanding terbalik dengan jumlah angkutan umum massal di Jabodetabek dalam memfasilitasi pergerakan tersebut saat ini hanya mencapai 2 sampai 3 persen.
Ditambahkannya, jumlah inÂfrastruktur angkutan massal masih sangat terbatas, bus dan KRL masih belum memenuhi perjalanan. Dikatakannya, untuk menambah kapasitas KRL sudah pasti tidak mungkin dilakukan. Karena jika frekuensi perjalanan ditambah, akan berpengaruh pada hambatan perlintasan sebiÂdang dengan jalan raya.
Djoko melihat, memang ada upaya untuk meningkatkan pengguna angkutan umum sesÂuai Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yakni 40 persen (2019) dan 60 persen (2039) lewat dibangunnya LRT JaÂbodebek, LRT Jakarta, dan MRT Jakarta.
Ada upaya yang dapat dilakuÂkan dengan memperpanjang layanan Bus Transjakarta hingga kawasan Bodetabek khususnya angkutan umum yang masuk ke seluruh kawasan perumahan di Bodetabek. "Layanan bus hingga seluruh kawasan perumaÂhan bisa diupayakan. Ini supaya pengguna mobil pribadi mau beralih," katanya.
Seperti diketahui, BPTJ mengusulkan agar kendaraan yang berasal dari luar Jakarta dikenakan tarif saat masuk Ibu Kota. Kepala BPTJ Bambang Prihartono menyatakan, sejauh ini, pengaturan ganjil-genap, logistik, penyediaan angkutan massal di Tol Jakarta-Cikampek hanyalah beberapa program jangka pendek untuk mengurai macet di Jakarta. Akan tetapi, semuanya itu belum cukup untuk benar-benar mengatasi macet di Ibu Kota.
Usulan bea masuk kepada kendaraan yang berasal dari luar Jakarta diharapkan memÂbatasi jumlah kendaraan yang masuk ke Ibu Kota. Warga perlu dipaksa untuk beralih ke transÂportasi massal.
"Program jangka panjang salah satunya dengan pengaturan kendaraan sistem
electronic road pricing (ERP). Jadi harapan kita volume kendaraan ke arah JaÂkarta itu sudah mulai diatur, seÂhingga tidak numpuk di Jakarta semua. Sebentar lagi angkutan massal kita selesai MRT, LRT, belum bus-bus yang tadi saya siapkan," ungkap Bambang.
Namun demikian, pihaknya masih akan menggodok usulan tersebut. Selain itu, BPTJ juga punya rencana mendekatkan akses transportasi ke pemukiman dan perumahan lewat. ***