Kebijakan pemerintah menurunkan tarif tol mendapatkan sambutan positif. Langkah ini bisa menjadi obat untuk mengatasi lesunya daya beli masyarakat.
Ekonom Institute for DeÂvelopment of Economics and Finance (Indef) Bhima YudhisÂtira menilai, penurunan tarif tol cukup strategis. "Penurunan tarif tol bisa menjadi angin segar bagi perekonomian nasional. Ini bisa menjadi obat untuk mengatasi lesunya daya beli masyarakat," kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Bhima menerangkan, selama ini biaya logistik cukup mahal. Nilainya mencapai 15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Biaya logistik yang mahal sangat membebani pengusaha. Akibatnya, harga koÂmoditas tidak stabil dan akhirnya mempengaruhi daya beli.
Sementara itu, lanjut Bhima, saat ini ada fakta beberapa pemÂbangunan ruas tol selama ini beÂlum bisa menekan angka logisÂtik. Sebab truk angkutan logistik lebih pilih jalan non tol karena tarif tol terlalu mahal. "PenuÂrunan tarif tol otomatis bisa membuat inflasi yang disumbang sektor transportasi bisa lebih terjaga," paparnya.
Bhima menuturkan, selain penurunan tarif, efisiensi logistik juga didapatkan dari penurunan biaya lain seperti pungli yang kerap terjadi di jalan non tol.
Bhima berharap, kebijakan bisa segera direalisasikan. SeÂhingga manfaatnya bisa segera dirasakan masyarakat. PenuÂrunan tarif tol akan membantu menjaga harga pangan menÂjelang bulan suci Ramadan. "Kontribusi inflasi pada bulan Ramadan biasanya tinggi. KeÂbijakan penurunan tarif tol kita harapkan membuat inflasi lebih rendah," katanya.
Pengusaha truk juga menyamÂbut baik kebijakan penurunan tarif tol. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengapresiasi langkah pemerintah tersebut.
"Kebijakan itu akan menguÂrangi kerusakan jalan yang ada di jalur pantai utara Jawa (PanÂtura)," kata Kyatmaja.
Dia mengakui, banyak truk selama ini tidak menggunakan jalan tol karena tarifnya sangat mahal. Misalnya, untuk kendaraan golongan IV dan V tujuan Jakarta-Surabaya. Dengan tarif Rp 2.000 per km. Maka, tarif yang diperlukan bisa lebih dari Rp 1 juta. "Masa biaya ongkosÂnya lebih mahal daripada biaya solar, ini kan lucu. Seharusnya kan lebih murah dari biaya bahan bakar," cetusnya.
Kyatmaja menambahkan, penurunan tarif tol juga menÂdukung iklim investasi menjadi lebih kompetitif. "Seperti dikeÂtahui saat ini kan pembangunan infrastruktur di mana-mana terÂmasuk jalan tol. Jangan sampai ketika infrastruktur sudah jadi tidak ada yang lewatin karena tarif yang mahal, kan kasian investornya," cetusnya.
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno memiliki pandangan lain. Dia menilai, penurunan tarif beÂlum tentu mendorong sopir truk memilih jalan tol. Sebab masalahnya bukan hanya soal tarif tetapi ada faktor lain yang bikin truk tidak memakai jalan tol. "Untuk masuk tol kan truk banyak persyaratannya, jadi buÂkan sekadar tarif," kata Djoko.
Djoko mengatakan, jika tuÂjuannya untuk menekan biaya logistik, penurunan truk harus benar-benar efektif, bila perlu digratiskan. Namun demikian, penegakan hukum harus dilakÂsanakan dengan tegas seperti keÂcepatan angkutan logistik miniÂmal 40 kilo meter /jam, batasan muatan, dan lain-lainnya.
"Sanksi tegas harus disiapkan. Yang melanggar harus dikenaÂkan denda setinggi tingginya," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan penurunan tol akan segera direalisasikan dalam waktu dekat ini. Dia mengaku, bersama para menteri terkait suÂdah mendapatkan hitungannya. Presiden memproyeksi penuÂrunan tarif tol bisa mencapai 30 persen. Sementara itu, untuk kompensasi untuk para investor, pemerintah akan memberikan insentif dan memperpanjang konsensi kerja sama pengelolaan jalan tol. ***