Pengusaha makanan dan minuman (mamin) mengaku mendukung pemerintah untuk melakukan impor garam. Namun, pemerintah tetap diminta membuat peta jalan (roadmap) soal garam agar polemik impor dan kelangkaan bahan baku tidak terjadi kembali.
Ketua Umum Gabungan PenÂgusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengapresiasi pemerÂintah yang membuka impor garam. Sebelumnya, pemberian rekomendasi dan izin impor kerap buntu karena perbedaan data produksi dan kebutuhan.
"Padahal industri pangan hanya butuh secara nasional sekitar 535 ribu ton untuk tahun 2018 dari perkiraan kebutuhan nasional sebear 3,7 juta ton, atau hanya sekitar 15 persen. Namun garam bisa memberi nilai tamÂbah yang luar biasa," katanya di Jakarta, kemarin.
Adhi mengatakan, impor garam menyelamatkan Indonesia dari ledakan pengangguran, penurunan nilai tambah, devisa, ketersediaan produk pangan, dan daya saingnya. "Momentumnya sangat tepat karÂena saat ini persiapan jelang puasa dan Lebaran," ungkapnya.
Dia menyebut, KementeÂrian Perindustrian (Kemenperin) berkepentingan menjaga ketÂersediaan bahan baku industri. Hal ini sesuai Undang-Undang Perindustrian Nomor 3 Tahun 2014 dan Rencana Induk PemÂbangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.
"Kasus PP 9/2018 ini membuka mata kita semua bahwa banyak persoalan yang bisa diselesaikan dengan semangat koordinasi dan kebersamaan untuk kebaikan Indonesia," katanya.
Adhi meminta, ke depan peÂmerintah bisa membuat peta jalan (roadmap) konkret soal garam agar polemik soal impor dan kelangkaan bahan baku bisa teratasi. "Data tunggal juga harus segera dibuat sebagai dasar kebijakan," katanya.
Menurutnya, semua proses kebijakan harus dibuat dengan melibatkan seluruh stakeholdÂers. Pembagian peran semua pemangku kepentingan didefiÂnisikan, mulai dari hulu ke hilir sepanjang rantai nilai.
Ketua Umum Asosiasi IndusÂtri Pengguna Garam Industri (AIPGI) Tony Tanduk mengataÂkan, kuota impor garam industri 2,37 juta ton harus selesai akhir Mei 2018. Saat ini ada 21 peÂrusahaan yang mendapat kuota tersebut, dan sisanya menyusul lantaran total kebutuhan mencaÂpai 3,7 juta ton.
Tony menjamin pelaku usaha bisa mendatangkan garam indusÂtri sesuai instruksi Kementerian Perdagangan (Kemendag). Di sisi lain, dia meminta pemerinÂtah pun harus bisa menjamin ketÂersediaan bahan baku industri.
"Semuanya pasti berusaha meÂmenuhi aturan main Kemendag. Intinya, investasi sektor industri butuh jaminan bahan baku sesuai spesifikasi, dan tentu harganya harus kompetitif," ujarnya.
Selain itu, Tony juga meminta pemerintah tidak kaku terhadap batas waktu realisasi impor garam industri. Menurutnya waktu realÂisasi tidak perlu dibatasi, menginÂgat yang terpenting garam lokal bisa terserap oleh industri.
"Tidak ada yang tahu ketÂersediaan kapal, atau kondisi cuaca saat perjalanan. Kalau pun dikirim sekaligus, berarti bahan baku sekarang digunakan untuk 6-8 bulan ke depan. Itu sangat tidak efisien, dan memerlukan gudang besar," katanya.
Deputi bidang Koordinasi SumÂber Daya Alam dan Jasa KemenÂterian Koordinator Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan, petani lokal hanya mampu memÂproduksi 1,2 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan industri mencapai 3,7 juta ton per tahun.
Kondisi tersebut, kata Agung, mengharuskan pemerintah memÂbuka keran importasi garam. "Jadi jangankan ekspor, kebuÂtuhan dalam negeri saja belum terpenuhi," ujarnya.
Tambah Kuota ImporMenteri Perindustrian AirÂlangga Hartarto tidak menutup kemungkinan menambah kuota impor garam industri. Jika sebeÂlumnya hanya 2,37 juta ton dari kebutuhan 3,7 juta ton. Nantinya pemerintah bisa merekomenÂdasikan 3,7 juta ton.
Meski begitu, Airlangga meÂnyebut rekomendasi 3,7 juta ton bisa diberikan jika industri yang mengajukan. "Ya nanti kita lihat. Kan itu berdasarkan permintaan dari sektor industri," katanya.
Politisi Golkar itu menjelaskan, Kemendag telah menerbitkan izin impor 2,37 juta ton. Dilanjutkan rekomendasi impor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) seÂbanyak 600 ribu ton.
Airlangga mengungkapkan, rekomendasi dan izin kuota impor garam sisanya akan dikeÂluarkan secara bertahap. Hal ini akan menyesuaikan kebutuhan dari industri. "Ada beberapa (perusahaan yang dapat rekoÂmendasi), tapi kita tidak berikan secara full, tapi bertahap," pungÂkasnya. ***