Pemeriksaan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh penyidik Bareskrim Polri di kediamannya di Kuningan, Jakarta Selatan bukan merupakan bentuk pengistimewaan SBY.
Begitu tegas Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto menanggapi pemeriksaan SBY sebagai saksi pelapor atas laporan terhadap pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya.
"Jadi gini, pelapor atau saksi itu diperiksa dimanapun boleh, jadi tidak ada keistimewaan," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (20/3).
Hal itu, tambah Setyo merupakan bentuk pelayanan Polri terhadap saksi maupun pelapor untuk dalam melakukan penyelidikan. Sehingga ,kata Setyo, baik saksi maupun pelapor bisa meminta kepada Polisi untuk dilakukan pemeriksaan dimanapun saat tidak bisa hadir di kantor polisi.
"Pak saya nggak bisa ke kantor polisi, saya minta periksa di sini, itu bisa," ujarnya.
"Sudah banyak udah, tidak hanya karena presiden atau presiden pada masanya itu nggak," tambah Setyo menekankan.
Sekretaris Divisi Hukum dan Advokasi DPP Partai Demokrat, Ardy Mbalembout mengatakan bahwa SBY telah diperiksa sekitar awal bulan Maret atau lebih tepatnya sebelum Rapimnas Demokrat digelar 10 Maret lalu. Saat itu, SBY diperiksa oleh penyidik selama hampir dua sampai tiga jam. Penyidik mencecar SBY tentang apa yang sebenarnya dialami.
"Beliau (SBY) mengatakan apa yang dituduhkan semua adalah fitnah. Intinya itu. Beliau menegakkan kebenaran dan keadilan," ujarnya.
SBY melaporkan advokat Firman Wijaya ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik, Selasa (6/2). SBY ke Bareskrim untuk melaporkan pernyataan Firman saat memberikan keterangan di luar persidangan kepada awak media. Bukan dalam persidangan kasus korupsi KTP-el tanggal 25 Januari.
Dalam persidangan, jelasnya, mantan politisi Demokrat Mirwan Amir yang menjadi saksi tidak sama sekali menyebut bahwa SBY mengintervensi proyek KTP-el. Namun di luar persidangan, Firman menyebut bahwa SBY mengintervensi proyek ini.
[ian]