Pemerintah Indonesia diwakili Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Inalum (Persero), terus melakukan negosiasi dalam proses divestasi saham PT Freeport Indonesia hingga 51 persen. Inalum memastikan, proses pendanaannya nanti didapat dari pinjaman sindikasi luar negeri dan dalam negeri.
Pinjaman sindikasi luar negeri di antaranya dari Amerika, Inggris dan Jepang. "Uangnya sudah siap. Tidak ada bank dari China yang terlibat," tutur Head of Corporate Communication PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Rendi AW itular saat berbincang dengan Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Rendi menjelaskan, divestasi saham PT Freeport Indonesia hingga 51 persen dilakukan denÂgan cara mengambil 40 persen hak partisipasi (Participating Interest/PI) Rio Tinto di tambang Grasberg dan mengakuisisi 9,36 persen saham milik Indocopper Investama yang juga dimiliki Freeport McMoRan (FCX).
Menurut Rendi, dana untuk pengambilalihan 40 persen hak partisipasi Rio Tinto di tambang Grasberg itu tidak bakal mengÂganggu kas perseroan dan keÂmampuan investasi Inalum.
"Secara de facto, Rio Tinto menguasai 40 persen Freeport InÂdonesia dengan hak dan kewajiban yang hampir sama dengan FCX. Rio Tinto bahkan mendapatkan pendapatan lebih dahulu dari hasil produksi tambang Grasberg dibandingkan Inalum yang memiÂliki saham 9,36 persen," jelasnya.
Menurut data Inalum yang dikuÂtip
Rakyat Merdeka, porsi kepemiÂlikan saham antara FCX selaku induk Freeport Indonesia dan Inalum masing-masing sebesar 90,64 persen dan 9,36 persen.
Namun, jika dilihat hak secara ekonominya, FCX hanya berÂhak atas 56,32 persen, Inalum 5,68 persen, dan Rio Tinto 40 persen atas kepemilikan tambang Grasberg. Jika Inalum hanya mengambil alih kepemilikan saham FCX hingga menjadi 51persen, maka tidak serta merta Inalum mengantongi pendapatan Freeport Indonesia dengan porsi yang sama.
Pasalnya, masih ada hak partiÂsipasi Rio Tinto 40 persen yang masih melekat. Dengan demikiÂan, maka secara riil penerimaan yang didapatkan Inalum hanya 31 persen dan FCX 29 persen.
Namun, jika Inalum membeli hak partisipasi Rio Tinto dan saÂham FCX, maka andil Rio Tinto di tambang Grasberg bisa berÂpindah tangan ke Inalum. Hak partisipasi tersebut dikonversi menjadi saham dengan porsi yang sama, nantinya kepemiÂlikan saham Indonesia melalui Inalum bisa mencapai 51 persen di Freeport Indonesia dengan mengambil tambahan saham Indocopper Investama.
Tak Berdiam Diri Rendi mengatakan, sejak kesÂepahaman antara Pemerintah dan Freeport McMoRan (FCX) pada 27 Agustus tahun lalu, Inalum tidak berdiam diri dalam upaya untuk menguasai 51persen saÂham Freeport Indonesia.
"Kita sudah banyak melakukan perundingan dengan pihak FCX maupun Rio Tinto," katanya.
Dia menyebutkan, pada 27 Agustus 2017, pemerintah dan Freeport McMoRan (FCX) menÂcapai kesepahaman untuk melepas saham Freeport Indonesia hingga 51 persen kepada Indonesia.
Selain itu, Freeport Indonesia berkomitmen membangun fasilitas pemurnian mineral alias smeltÂer dalam lima tahun ke depan. Freeport Indonesia juga bersedia mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan mendapatkan jaminan operasi, serta pemerintah akan memberikan jaminan fiskal dan regulasi untuk Freeport InÂdonesia.
Setelah kesepakatan terjadi, pada 24 September 2017 antara pemerintah, Inalum, dan FCX melakukan pertemuan, di mana FCX menawarkan struktur diÂvestasi ke pemerintah. PembaÂhasan terkait struktur divestasi pun berlanjut pada 27 Oktober 2017.
Pada 30 Oktober 2017, KeÂmenterian BUMN, Inalum, dan Rio Tinto membahas 40 persen hak partisipasi Rio Tinto. PemÂbahasan serupa pun berlanjut pada 7 November 2017 terkait rencana konversi 40 persen hak partisipasi menjadi saham.
Perundingan cukup rutin diÂlakukan di minggu-minggu berikutnya hingga pada 15-17 Desember 2017 disetujui strukÂtur transaksi divestasi saham Freeport Indonesia. Kemudian, pada 12 Januari 2018 pemerÂintah pusat mengalokasikan 10 persen dari rencana 51 persen saham Freeport Indonesia untuk Pemda Papua dan Mimika.
Perundingan terkait seluruh aspek operasional Freeport InÂdonesia pun dibahas pada akhir Januari lalu dengan melibatkan pemerintah, Inalum, Rio Tinto, dan FCX.
Di bulan berikutnya, tepatnya 18 Februari 2018, dilakukan raÂpat koordinasi antara Inalum dan tim penasihat keuangan untuk membahas hasil due diligence dan valuasi Freeport Indonesia. Kemudian pada 28 Februari lalu, Inalum melakukan penawaran kepada Rio Tinto terkait rencana akuisisi hak partisipasi.
"Pembahasan mengenai divestaÂsi Freeport Indonesia juga dibahas dalam ratas (rapat terbatas) kabinet di Istana terkait divestasi Freeport Indonesia," tutur Rendi.
Berdasarkan studi dari Deutsche Bank, valuasi 40 persen PI Rio Tinto sekitar 3,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 45 triliun (kurs Rp 13.700). Angka tersebut di bawah harga pasar yang seharusnya dibayarkan Indonesia nantinya melalui PT Inalum (Persero).
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan, perusahaan induk BUMN tambang, Inalum, harus segera menguasai 51 persen saham divestasi Freeport sebeÂlum 30 Juni 2018, sehingga izin ekspor konsentrat Freeport tidak perlu diperpanjang lagi.
Fahmy menilai, posisi hukum Inalum sebagai holding BUMN tambang semakin kuat pasca putusan Mahkamah Agung (MA), yang menolak gugatan uji materi aturan holding BUMN tambang yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN.
Gugatan tersebut diajukan terÂhadap Peraturan Pemerintah (PP) No.47 Tahun 2017, yang telah menghapus status tiga BUMN, sehingga dinilai melanggar UU BUMN dan UU Keuangan NegaÂra. Namun, hasil putusan MA pada 6 Maret 2018 atas uji materi terseÂbut menegaskan, PP 47/2017 tidak melanggar ketentuan UU BUMN dan UU Keuangan Negara.
"Dengan putusan MA itu, semua pihak, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil, mesti legawa menerima putusan MA, selanÂjutnya mendukung pembentuÂkan holding BUMN tambang bagi sebesarnya kemakmuran rakyat," ujar Fahmy. ***