Pembangunan infrastrukÂtur yang digalakkan pemerintah menyisakan kisah pahit. PenguÂsaha konstruksi swasta mengaku jarang dilibatkan dalam proyek-proyek besar. Jika terus berlanÂjut, semakin banyak perusahaan konstruksi yang tumbang.
Wakil Ketua Umum I GabunÂgan Pelaksana Konstruksi NaÂsional Indonesia (Gapensi) AhÂmad Hanafiah mengakui, banyak faktor yang menyebabkan konÂtraktor swasta berguguran. PertaÂma, regulasi yang ada melahirkan 52 asosiasi serupa Gapensi.
"Kita harus meletakkan tutupÂnya para kontraktor tidak pada satu masalah saja," ujarnya keÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Faktor kedua, sejak diberÂlakukannya sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui sistem eCatalogue dan ePurchasing Lembaga KebiÂjakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Ketiga, aturan main yang mewajibkan pelelangan terendah.
Keempat, kata dia, pembanguÂnan infrastruktur yang digalakÂkan pemerintahan Jokowi-JK sangat tinggi. Namun, sayangÂnya peran kontraktor swasta sangat rendah. "Kalau tidak diliÂbatkan lagi, akan lebih banyak yang tumbang," cetusnya.
Karena itu, dia berharap, kerja sama operasi (KSO) jangan hanÂya satu kelas. Gapensi meminta kerja sama bisa dilakukan konÂtraktor besar dengan kontraktor yang memiliki satu tingkat di bawahnya. Kemudain, BUMN tidak boleh ikut dalam proyek di bawah Rp 100 miliar.
"Dua poin ini sudah kami usulÂkan saat Rapimnas Januari lalu. Hal ini menurut kami sebuah upaya optimal dalam sebuah pembangunan," tuturnya.
Wakil Ketua Umum III GapÂensi Bambang Rahmadi menÂcatat 37 ribu kontraktor swasta gulung tikar dalam tiga tahun terakhir. Data tersebut dilihat dari penurunan jumlah anggota Gapensi dari sekitar 80 ribu saat ini tinggal 43 ribu anggota.
"Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir turun drastis, karena enggak ada kerjaan, atau ada kerjaan lama-lama enggak dibayar akhirnya bangkrut juga. Itu fakta," katanya.
Bambang mengatakan, perusaÂhaan kontraktor swasta telah menÂgantongi porsi 45 persen dari total proyek infrastruktur yang saat ini tengah dibangun pemerintah. Dari porsi tersebut didistribusikan kepada 140 ribu kontraktor. Porsi tersebut masih kecil dibandingkan dengan porsi BUMN karya yang menggenggam 55 persen proyek infrastruktur.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan InÂdustri (Kadin) bidang KonstrukÂsi dan Infrastruktur Erwin Aksa juga mendorong agar swasta makin dilibatkan dalam proyek pembangunan infrastruktur yang sedang digarap pemerintah.
"Karena kita tahu bahwa proyek yang menjanjikan hari ini adalah proyek dari pemerintah. Karena proyek swasta sedang lesu, volume, dan tantangan impor atau tantangan persaingan dari luar," pungkasnya.
Sekadar informasi, kebutuhan biaya pembangunan infrastrukÂtur sepanjang 2015-2019 sebeÂsar Rp 4.769 triliun. Adapun Anggaran Pendapatan dan BeÂlanja Negara (APBN) dan AngÂgaran Pendaptan dan Belanja Daerah (APBD) hanya mampu membiayai sebesar Rp 1.951,3 triliun atau setara dengan 41,3 persen. ***