Industri keramik dalam negeri mengaku tengah dipusingkan dengan menurunnya permintaan keramik dalam negeri. Di sisi lain, produk impor semakin besar masuk pasar dalam negeri. Industri pun mengajukan bea masuk tambahan untuk melindungi usaha lokal.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan, bea masuk tambahan yang dimaksud berupa safeguard. "Kami mengajukan safeguard untuk mencegah anÂcaman kerugian akibat lonjakan keramik impor," ujarnya di sela-sela pameran Keramika 2018 di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, impor keramik terus meningkat. Pada 2014 angÂkanya mencapai 22 persen, kemuÂdian 2015 meningkat menjadi 23 persen dan pada 2017 mencapai 18 persen. Sedangkan, permintÂaan dalam negeri terus turun.
"Kita sedang mengalami tahun-tahun yang amat sulit, demand kita terus menurun, keramik impor terus meningkat. Bahkan pada 2018 ini kemungÂkinan lebih tinggi karena bea masuk turun," ungkap Elisa.
Elisa menyadari, industri keramik tidak dapat berlindung sepenuhnya pada pemberlakuan safeguard. Sehingga, dibutuhÂkan inovasi untuk bisa berdaya saing dengan produk impor. "Memang ini sifatnya semenÂtara," katanya.
Ia mengungkapkan, data unÂtuk mengajukan safeguard sudah lengkap. "Sedang dikaji dan di proses, datanya sudah lengkap. Mudah-mudahan ini akan berÂhasil dan kami meminta bantuan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin)," terang Elisa.
Pihaknya juga akan menÂgajukan anti dumping untuk membendung produk impor. Menurutnya, saat ini Eropa memberlakukan anti dumping sebesar 69 persen, sedangkan untuk produk Vietnam ke China sebesar 49 persen.
"Kita juga akan memproses produk keramik yang masuk ke Indonesia dengan presission improvement," katanya.
Elisa menambahkan, pemerÂintah dapat segera menurunkan harga gas untuk industri yang selama ini masih memberatkan produsen keramik dalam negeri. "Harga gas industri sangat pentÂing buat kami karena dapat meÂringankan biaya produksi yang cukup tinggi sehingga kami sulit berdaya saing," tukas Elisa.
Menteri Perindustrian (MenÂperin) Airlangga Hartarto akan mempertimbangkan pemberÂlakuan safeguard yang diminta Asaki. "Jadi kita lihat ya kalau ini mengganggu industri dalam negeri ya perlu kita proteksi," ujarnya.
Menurut dia, sebaiknya indusÂtri tidak hanya mengandalkan safeguard saja. "Tapi jadikan industri ini (keramik) bisa bersaÂing dari segi desain tidak dengan harga saja," katanya.
Meningkatkan kualitas desain produk diperlukan agar lebih mampu bersaing dengan produk impor di tengah menghadapi perdagangan global. Penggunaan teknologi terkini juga perlu dilakuÂkan untuk menghasilkan efisiensi produksi juga diperlukan.
"Caranya, antara lain memodÂernisasi pabrik dengan pengguÂnaan teknologi digital printing dan peralatan produksi yang mampu menciptakan keramik dengan ukuran besar sesuai tren pasar saat ini di luar negeri mauÂpun domestik," ujar Airlangga.
Ia menambahkan, industri keramik nasional dalam jangka penjang memiliki potensi yang cukup prospektif, seiring denÂgan pasar dalam negeri yang terus meningkat. Dengan adanya program pemerintah dalam penÂingkatan infrastruktur, pembanÂgunan properti dan perumahan, diharapkan akan meningkatkan konsumsi keramik nasional.
Saat ini konsumsi keramik nasional per kapita sekitar 1,4 juta meter persegi. Angka ini masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya yang telah mencapai lebih dari 3 juta meter persegi.
Dia mengakui, jika saat ini industri keramik sedang menÂgalami masa sulit dengan masih tingginya harga gas dan turunÂnya bea masuk ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement) yang semula 20 persen menjadi 5 persen. "Saya berharap indusÂtri keramik juga memanfaatkan kebijakan penggunaan produk dalam negeri yang memberikan kemudahan kepada industri naÂsional," tukasnya. ***