Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Pemerintah Jangan Diam, Rupiah Sudah Sentuh Angka Terendah Setelah 1998

KAMIS, 08 MARET 2018 | 08:37 WIB | LAPORAN:

. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah hingga menyentuh angka Rp 13.800 per dolar AS. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan bahwa pelemahan tersebut tentu akan memberi beban terhadap perekonomian nasional.

"Rupiah yang cenderung melemah hingga melampaui titik psikologis, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional," kata politisi Gerindra ini dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (8/3).

Heri mengaku melihat bahwa pelemahan tersebut sudah mencapai titik terendah, parahnya lagi, nilai tukar rupiah mungkin bisa lebih turun lagi di tahun ini. Sinyalemen itu terlihat dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Fed yang mengisyaratkan akan menaikan suku bunga dalam waktu dekat, setelah sebelumnya sudah empat kali menaikan suku bunganya dan rencana ini adalah yang pertama kalinya di bulan maret.


"Selanjutnya, The Fed solid melakukan pengetatan moneter dan normalisasi balance sheet-nya tahun ini, walaupun sebagian kalangan mempertanyakan membaiknya perekonomian dibawah Donald Trump, mungkin yang bekerja karena sistemnya bukan person," tandasnya.

Menurut Heri, kebijakan The Fed tersebut lah yang memicu bank sentral dari negara-negara maju, seperti European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BOJ), melakukan pengetatan moneter.

"Itu adalah efek snowball yang sangat dikhawatirkan pelaku pasar," imbuhnya.

Lebih lanjut menurut Heri, ada beberapa konsekuensi buruk yang akan dihadapi pemerintah Indonesia dengan adanya pelemahan rupiah ini. Misalkan struktur pendapatan dan belanja di APBN akan berubah akibat perubahan asumsi makro; beban terhadap neraca pembayaran luar negeri yang sudah pasti akan merugikan keuangan negara; nilai ekspor yang tidak kompetitif karena bahan baku kita 30 sampai 40 persen berasal dari impor; beban bunga utang yang bisa membesar; dan kelesuan industri keuangan.

Anak buah Prabowo Subianto ini mewanti-wanti bahwa jika pemerintah tidak segera melakukan tindakan preventif, walaupun sebagian mengatakan indikasinya karena faktor global maka pelemahan rupiah tersebut akan menjalar ke sektor riil. Dimana harga-harga kebutuhan pokok bisa melambung, lebih-lebih beberapa kebutuhan dasar kita masih impor seperti, beras.

Untuk itu, lanjutnya, tindakan preventif pemerintah dan BI musti segera dilakukan untuk menjaga psikologi pasar. Lebih-lebih pergerakan harga minyak mentah dunia naik cukup tinggi selama tiga bulan terakhir.

Diakuinya bahwa pada konteks ini, pemerintah akan dihadapkan pada keputusan yang cukup sulit. Jika diintervensi dengan cadangan devisa yang ada, maka konsekuensinya cadangan devisa akan terkuras. Sementara cadangan devisa Indonesia tak terlalu besar untuk terus-menerus mengintervensi melemahnya nilai tukar rupiah.

"Kondisi ini pernah terjadi di November 2016 saat tekanan The Fed naik, cadangan devisa turun hingga USD4 miliar dollar. Belum lagi utang luar negeri pemerintah dan swasta dalam dollar AS akan jatuh tempo akhir tahun ini diprediksi akan membengkak," jelasnya.

Heri memperkirakan, bahwa melihat tren rupiah saat ini, maka ancaman anjloknya rupiah sebagaimana yang terjadi pada tahun 2015 bisa saja terjadi.

"Rupiah baru saja terpuruk hingga menyentuh level Rp 13.800 per dolar AS. Itu adalah angka paling anjlok sejak 1998. Sebab itu, saya meminta pemerintah dan BI untuk tidak tinggal diam. Jika tidak, maka cadangan devisa kita bisa ambruk sehingga tak mampu lagi mengendalikan harga rupiah terhadap dolar AS," desaknya.

Ditekankannya pula bahwa perlemahan rupiah ini juga menjadi tantangan yang serius dan menjadi isu yang menarik untuk calon Deputi Gubernur BI bidang moneter yang berasal dari internal BI sendiri dan calon Gubernur BI yang calonnya berasal dari Deputi bidang moneter, yang baru saja diajukan ke DPR.

"Berikutnya, pemerintah perlu memperkuat fundamental perekonomian yang lebih komprehensif dan terintegrasi khususnya dalam kebijakan moneter, fiskal dan sektor riil guna memperkuat cadangan devisa melalui peningkatan ekspor non-migas dan devisa pariwisata, tentunya disamping memanage persepsi untuk menciptakan kepercayaan pasar sehingga mampu meredam gejolak rupiah serta memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan bukan hanya sebatas wacana," demikian Heri. [rus]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya