Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusi Visme Islam Indonesia (37)

Sosiologi Dakwah Walisongo (1): Sunan Ampel
RABU, 07 MARET 2018 | 11:18 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

INKLUSI Visme Islam di In­donesia tidak terlepas dari kepiawaian legendaris Wali Songo di dalam memaink­an perannya sebagai ula­ma, tokoh masyarakat, dan pedagang. Sosiologi dak­wah Wali Songo yang amat strategis membuat Islam di Indonesia bisa diterima se­mua golongan masyarakat, mulai dari kaum Priyayi, sampai kaum Abangan. Dengan komu­nitas Santri yang dibentuknya, mereka meram­bah ke berbagai lapisan masyarakat menyam­paikan dakwah Islam.

Era Wali Songo bisa disebut era proto Islam In­donesia. Era ini mengakhiri pusat kerajaan Hindu Majapahit di Nusantara. Para ahli sejarah menun­juk kepiawaian Wali Songo memainkan peran di dalam masyarakat sehingga bagai menarik benang dari tepung, transformasi Hindu ke Islam berlangsung tanpa menimbulkan ketegangan sedikit pun. Diplomasi dakwah Wali Songo per­lu menjadi pelajaran kepada generasi baru Islam bahwa menyampaikan dakwah tidak mesti harus menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat. Kita tidak meragukan sedikit pun keulamaan Wali Songo tetapi di dalam menyampaikan dakwah Islam mereka mengingatkan kita kepada strate­gi dakwah Rasulullah Saw. Mereka pertama kali memahami filosofi dasar budaya bangsa nusan­tra. Mereka juga memahami sistem dan struktur serta peran kraton di dalam masyarakat. Wali Songo menghadirkan diri sebagai bagian dari kraton tanpa mengesankan adanya ancaman sedikit pun kepada raja dan elit masyarakat yang ada. Mereka menawarkan potensi diri yang amat dibutuhkan kraton dan kelompok elit masyarakat lainnya. Sembilan wali ini masing-masing mem­punyai kepiawaian dan keunikan peran di dalam menyebarkan Islam.

Di antara figur Wali Songo yang sangat mengesankan ialah Maulana Malik Ibrahim. Ia menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kera­jaan Hindu Majapahit. Ia menjadi tabib istana yang banyak menyelamatkan keluarga kraton. Ia diangkat menjadi orang penting di istana, bu­kan hanya keahliannya dalam ketabiban tetapi juga pandangan-pandangannya yang arif dan menyejukkan. Pada akhirnya raja bersama keluarganya, kemudian diikuti pembesar ker­ajaan dan masyarakat luas memeluk agama baru yang dibawa sang tabib. Sebelum ke ta­nah Jawa, Maulana Malik Ibrahim pernah ber­mukim di Campa (Kamboja) selama 13 tahun sejak tahun 1379. Ia sendiri merupakan putra seorang ulama Persia, Maulana Jumadil Ku­bro, yang menetap di Samarkand. Begitu he­batnya sampai ia berhasil menikahi putri raja, yang memberinya dua putra, yaitu Raden Rah­mat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri.


Putranya sendiri yang kemudian dikenal seba­gai Sunan Ampel (2), menikah dengan putri se­orang adipati di Tuban. Dari perkawinannya lahir Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kes­ultanan Demak hendak didirikan, Sunan Ampel menyaksikan lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia menunjuk muridnya Raden Patah, pu­tra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Banyak ke­luarga Wali Songo berbaur di beberapa kerajaan lokal. Dari sini kita melihat bagaimana Wali Son­go menguasai hukum-hukum sosial masyarakat yang terkenal dengan istilah: "Agama masyarakat ialah apa agama rajanya." Jika mengislamkan kerajaan maka sama dengan mengislamkan se­luruh masyarakat.

Sunan Giri yang memiliki nama kecil Raden Paku,unan yang aslinya bernam Muhammad Ainul Yakin, lahir di Blambangan (Banyuwan­gi) pada 1442 M, putri raja Blambangan, Dewi Sekardadu ke laut. Ia berhasil mengislamkan sejumlah besar keluarga isterinya yang juga keluarga kraton. Ia sangat disegani oleh Raja Majapahit ketika itu makanya diberikan otori­tas berupa pesantren yang berkembang men­jadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintah­an, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Sat­mata dan beberapa gelar lain yang diberikan masyarakat kepadanya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya