Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin meminta Presiden Jokowi memberikan grasi kepada narapidana terorisme, Ustad Abu Bakar Baasyir. Masalahnya, apa Jokowi mau menggunakan hak preogratifnya itu?
Seperti diketahui, Baasyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PNJaksel) pada 2011 lalu. Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al- Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng itu, terbukti merencanakan dan menggalang dana latihan militer kelompok teroris di Aceh.
Itu bukan kasus pertama Baasyir. Pada 2004, Baasyir divonis hukuman dua tahun enam bulan penjara oleh PNJaksel karena terbukti terlibat dalam peristiwa bom Bali dan bom Hotel JW Marriott.
Tujuh tahun sudah Baasyir menjalani hukuman di penjara. Awalnya ia dihukum di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun karena kondisi kesehatan yang menurun, ia dipindahkan ke Rumah Tahanan Gunung Sindur Bogor.
Nah, faktor usia dan kesehatan inilah yang menjadi pertimbangan Ketua MUI Maruf Amin meminta Presiden mempertimbangkan Baasyir mendapatkan grasi alias pengampunan. Saat ini, Baasyir genap berusia 80 tahun dan sedang dirundung penyakit berupa pembengkakan di kaki.
Pada Agustus 2017, Baasyir pernah menjalani pemeriksaan dan perawatan di RS Pusat Jantung Harapan Kita. Dari hasil pemeriksaan, ada gangguan katup pembuluh darah yang mengakibatkan pembengkakan.
Problem yang dialami Baasyir adalah gangguan kronik pada pembulu vena, yaitu pembulu vena bagian dalam tidak kuat untuk memompa darah ke atas. Namun pembuluh darah arterinya tidak mengalami sumbatan.
Soal kesehatan Baasyir, Maruf mengklaim sudah meminta Jokowi memberikan izin agar Baasyir dirawat di rumah sakit kembali. Kali ini, perawatan diminta dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Menurutnya, respon Jokowi baik. Alias mengizinkan.
"Saya pernah menyampaikan itu ke Presiden dan Presiden merespon bagus. Ya setuju, dan beliau sangat apresiasi. Ya, untuk bagaimana beliau dirawat di RS," ungkap Maruf di Istana, kemarin.
Apa Jokowi mau menuruti permintaan bos ulama itu? Juru bicara Presiden, Johan Budi mengatakan hingga semalam belum ada kabar dari Jokowi. "Saya belum dapat infonya," singkat Johan kepada Rakyat Merdeka.
Soal usulan grasi ini direspon positif oleh sejumlah partai berbasis Islam. Sekjen PPP, Asrul Sani bahkan berharap Presiden Jokowi tidak hanya menggunakan hak preogratifnya berupa grasi, melainkan juga abolisi atau penghapusan hukuman.
"PPP mendukung Presiden untuk menggunakan hak prerogatif-nya tersebut di bidang hukum," ujar Arsul, kemarin. "Presiden akan bijak jika memberikan abolisi atas sisa hukuman. Kalau grasi kan mesti ada permohonan dari Ustaz Baasyir atau keluarganya," sambungnya.
Arsul menilai, pemberian keringanan atau penghapusan tuntutan pidana kepada Baasyir, bisa memberikan dampak positif bagi Jokowi. Hal ini menjawab kesan Jokowi yang sering dikatakan anti-Islam.
"Dari sisi politik, jika Presiden memutuskan demikian maka ini akan menjadi jawaban terhadap prasangka selama ini bahwa Presiden memusuhi umat atau ulama Islam," pungkasnya.
Sekretaris Fraksi PAN di DPR, Yandri Susanto juga mendukung adanya grasi itu. Faktor usia Baasyir menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan. "Usul Ketua MUI sangat bagus karena menyangkut persoalan kemanusiaan bahwa Abu Bakar Baasyir sekarang sakit dan usianya sudah lanjut," kata Yandri. "Keputusan adalah hak penuh Pak Jokowi," tambahnya.
Pemberian grasi terhadap tahanan akibat sakit sebelumnya dilakukan Presiden SBY. SBY memberikan grasi kepada mendiang mantan Bupati Kutai Kertanegara Syaukani Hasan Rais akibat sakit parah pada 17 Agustus 2010.
Pengacara Baasyir, Achmad Michdan menyatakan pihaknya sudah melakukan upaya pembebasan terhadap Baasyir. Namun belum ada respon dari pemerintah. Permintaan kliennya tidak muluk-muluk, diminta dipindahkan penahanan di dekat lingkungan keluarga atau dijadikan tahanan rumah.
"Pembebasan sudah bolak-balik. Setidak-tidaknya, karena sudah usia lanjut, dipindahkan ke lingkungan keluarga atau dibuat tahanan rumah. Tapi belum ada respon," ujar Michdan kepada wartawan kemarin.
Soal perawatan kesehatan di RSCM Jakarta menurut Michdan akan dilakukan hari ini. Hal itu, meujuk pada teknis perizinan yang sudah rampung semuanya. "Tanggal 10 November gagal. Diundur 22 Februari lalu, diundur lagi Kamis (1/3). Perizinan sudah selesai semua," akunya.
Sementara, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham sudah menyetujui Baasyir berobat ke RSCM. "Rujukan berobat ke RSCM Ustadz Abu Bakar Baasyir disetujui oleh Dirjen PAS dan untuk pelaksanaanya berkoordinasi dengan BNPT dan Densus 88," kata Kepala Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham Ade Kusmanto, kemarin.
Dia menjelaskan bahwa sesuai dengan PP 32 tahun 1999 tentang syarat dan tatacara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan pasal 14 ayat (1) bahwa setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.
Sementara untuk Pasal 17 ayat (1) disebutkan dalam hal penderita memerlukan perawatan lebih lanjut maka dokter lapas memberikan rekomendasi kepada kepala Lapas agar pelayanan kesehatan dilakukan di RSU pemerintah di luar Lapas.
"Karena Ustad Baasyir berada di wilayah Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Jawa Barat maka sesuai surat edaran Dirjenpas no.Pas.25.8.pk.01.07.01 tahun 2017 bahwa pelaksanaan rujukan terencana bagi Ustadz Baasyir wajib meminta persetujuan Dirjenpas melalui Kakanwil Kemenkumham Jabar," ungkapnya. ***