Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SALAH satu kekhusuÂsan Islam Indonesia ialah memberi ruang kepada apa yang disebut dengan hak-hak budaya lokal (culÂtural right). Hak-hak buÂdaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hak-hak asasi manusia. Semenjak lahir manusia diÂjemput dan dibina oleh budaya masyarakatÂnya. Dengan demikian, antara manusia dan budaya lokal tak bisa dipisahkan. MemisahÂkan manusia dengan budaya lokalnya beÂrarti alienasi manusia dengan sesuatu yang sangat asasi baginya. Dari sinilah dasarnya mengapa para ulama memformulasikan suatu kaedah yang sangat populer: al-'Adah muhakkamah (adat istiadat diakui sebagai salah satu sumber hukum). Adat istiadat adalah bagian inti dari kebudayaan.
Budaya lokal yang sejalan atau tidak berÂtentangan dengan substansi ajaran Islam bisa menjadi faktor kekayaan ajaran Islam. Kehadiran Nabi Muhammad Saw tidak unÂtuk membersihkan seluruh budaya lokal lalu digantikan dengan kultur baru. Rasulullah dengan tegas mengatakan: Innama bu'itstu li utammi makarim al-akhlaq (SesungguhÂnya aku hanya diutus untuk menyempurnaÂkan akhlak karimah). Yang dimaksud akhlak karimah ialah tatakrama yang santun sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan tentu saja sejalan dengan ajaran dasar IsÂlam. Segala sesuatu yang tidak bertentanÂgan dengan Islam, maka nilai-nilainya dapat diterima sebagai nilai-nilai komplementer daÂlam Islam. Ini sesuai dengan hadits: Al-hikÂmah dhalah al-muslim fa haitsu wajadaha fa huwa ahaq biha (Hikmah atau kebaikan itu milik umat Islam yang tercecer, di manapun ditemukan ambillah).
Setiap masyarakat tentu memiliki buÂdayanya masing-masing. Begitu pentingnya arti kebudayaan maka hampir setiap negara bangsa memberi hak dan perlindungan. DaÂlam UUD 1945 versi amandemen juga diÂcantumkan kedudukan hak budaya ini. BeÂgitu arifnya para the founding fathers sudah memberikan ruang pada budaya lokal unÂtuk ikut berpartisipasi memperkuat kesatuan dan keutuhan bangsa ini dengan menetapÂkan Pancasila sebagai azas berbangsa dan bernegara. Umat Islam Indonesia menampilÂkan Islam sebagai faktor sentripetal, yang leÂbih menekankan aspek titik temu (principle of identity), bukannya menempatkan Islam sebagai faktor sentrifugal, yang lebih meÂnekankan aspek perbedaan (principle of neÂgation) dengan nilai-nilai lain yang hidup di dalam masyarakat.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44
Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45