Berita

Foto/Net

Dunia

Myanmar Masih Ngeles

Buldoser Desa Muslim Rohignya
SELASA, 27 FEBRUARI 2018 | 08:26 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Myanmar jago ngeles. Pemerintahnya telah meratakan desa etnis muslim Rohingya dengan buldoser, tapi itu semua dilakukan demi warga Rohingnya sendiri. Masa sih...

Sepekan terakhir dunia geger dengan foto satelit desa-desa etnis rohingya kini sudah rata dengan tanah. Padahal sebelumnya masih banyak bangunan yang terlihat rusak sepeninggalan etnis Rohingya yang kabur ke perbatasan. Human Rights Watch, yang bermarkas di New York menegaskan, melalui mata kamera satelit terlihat tindakan pemerintah Myanmar menghancurkan sekitar 55 desa di Rakhine. Dua di antaranya terlihat jelas masih utuh namun begitu alat berat melintas, desa lenyap.

Kelompok kemanusiaan itu mengatakan, pembongkaran desa sama saja menghapus bukti kekejaman pasukan keamanan atas pembersihan suku kecil Rohingya, sebagaimana yang dilontarkan PBB dan Amerika Serikat.


Tapi apa kata pemerintah Myanmar? Lagi-lagi ngeles. Pemerintah Myanmar menghancurkan tanah itu demi Rohingya sendiri. Ini upaya pemerintah mempermudah jalan untuk memindahkan pengungsi kembali ke bekas rumahnya.

"Tidak ada keinginan untuk menyingkirkan apa yang disebut bukti," ujar ahli ekonomi veteran Myanmar, Aung Tun Thet kepada wartawan, kemarin.

Tidak hanya itu, Aung Tun juga menyatakan niat baik pemerintah menghancurkan desa dengan buldoser agar pengungsi dengan mudah membangun kembali, tanpa harus membongkarnya terlebih darhulu. "Yang kami maksudkan adalah memastikan bangunan untuk orang-orang yang kembali bisa dibangun dengan mudah," tambahnya.

Aung Tun juga mengatakan, Myanmar akan memastikan pemulangan berdasarkan sebuah kesepakatan yang ditandatangani dengan Bangladesh November lalu akan berjalan adil, bermartabat dan aman.

Dalam pidato di Dewan HAM di Jenewa, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengemukakan kembali seruannya kepada Myanmar untuk memastikan akses kemanusiaan tidak dibatasi di negara bagian Rakhine.

PBB menghentikan kegiatan di Rakhine utara dan mengevakuasi staf non-kritis setelah pemerintah mengatakan bahwa mereka telah mendukung gerilyawan Rohingya tahun lalu. Lembaga pengungsi PBB telah dikecualikan dari proses repatriasi. "Masyarakat Rohingya sangat membutuhkan bantuan segera, yang bisa menyelamatkan jiwa mereka, serta penyelesaian jangka panjang dan keadilan," kata Guterres, kemarin.

Seperti diketahui, minoritas muslim Rohingya di Rakhine tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar. Para pegiat HAM mengatakan mereka menjadi korban persekusi secara sistematis selama beberapa dekade dan menjadi sasaran 'tiga pembersihan etnik sejak 2012'.

Krisis terbaru pecah Agustus 2017 setelah kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) menyerang pos-pos keamanan yang dibalas dengan operasi militer oleh aparat keamanan. Diperkirakan ribuan warga Rohingya tewas dalam operasi militer, sementara hampir 700.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

Utusan khusus PBB untuk masalah HAM Myanmar, Yanghee Lee, mengatakan krisis ini memperlihatkan 'adanya genosida'. Sebelumnya, pejabat PBB lain menggambarkan apa yang terjadi terhadap warga Rohingya 'sebagai jelas-jelas pembersihan etnik'.

Tapi tuduhan tersebut ditolak oleh pemerintah Myanmar. Militer mengatakan investigasi internal yang mereka lakukan tidak menemukan bukti adanya pembantaian. Seorang jenderal mengatakan krisis kemanusiaan ini dipicu oleh orang-orang Rohingya sendiri. Namun, posisi mereka berubah ketika Desember lalu militer mengakui keterlibatan tentara dalam pembantaian massal di Desa bernama Inn Din. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya