Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusifisme Islam Indonesia (23)

Merawat Kemoderatan
SELASA, 20 FEBRUARI 2018 | 11:22 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

INKLUSIVISME  bisa dilihat dalam dua sisi yang berbe­da. Ada kalangan yang me­nilai positif karena dengan demikian Islam di Indonesia bisa lebih akomodatif, tolerans, moderat, menerima perbedaan, lebih fleksibel dengan budaya lokal, dan lebih compatible dengan negara bangsa (nation state). Kalangan lainnya melihat sebaliknya. Sikap inklusivisme bisa di­maknai sebagai sikap yang tidak disiplin terhadap identitas dan simbol-simbol syari’ah, tidak maksimum di dalam memperjuangkan hukum-hukum Syari'ah, dan terlalu tolerans terhadap hal-hal yang bersifat syubhat, dan tidak ber­sikap tegas terhadap praktik syinkretisme di da­lam masyarakat. Bahkan ada yang menuding sikap inklusivisme istilah lain dari abangan dan atau sekularisme.

Terlepas dari kedua persepsi di atas, sikap inklusivisme tentu saja mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, sikap inklu­sivisme ini juga sangat relatif. Seseorang yang berpandangan moderat (wasathiyah) tidak bisa diidentikkan dengan abangan dalam arti be­ragama secara awam, belum matang, dan tidak substantif. Banyak ulama NUyang secara keil­muan sangat mumpuni tetapi pandangannya moderat, dalam arti tidak serta-merta memak­sakan dan memutlakkan pendapatnya kepa­da orang lain. Mereka bersikap moderat bu­kan karena di bawah tekanan pemerintah atau ideologi negara, tetapi sebagai konsekuensi dari kedalaman ilmunya. Ada kecenderungan, semakin dalam ilmu seseorang semakin sadar akan arti pluralism. Bisanya komunitas yang anti plural karena pengetahuan dan pemaha­mannya tanggung.

Namun tidak bisa juga diingkari, ada orang yang memilih bersikap "moderat" karena kedan­gkalan penegetahuannya tentang agama. Mer­eka hanya mengikut kepada sikap kelompok mayoritas. Kelompok inilah sering disebut kel­ompok abangan. Gus Dur dalam suatu kesempatan pernah berkelakar mengatakan: "NUitu moderat karena abangan." Dengan demikian, mederat bisa terjadi karena keluasan dan kedalaman pengetahuan atau sebaliknya karena kedangkalan pemahaman dan pengetahuan agamanya. Sikap moderat yang pertama bisa disebut wasathiyyah dan sikap moderat kedua sesungguhnya bukan sikap moderat, mungkin bisa disebut "pengekor" (taqlid al-a'ma). Sikap moderat terakhir ini dalam keadaan tertentu bisa juga meluapkan emosi dan amarahnya, terutama jika ada yang memprovokasi. Ber­beda dengan sikap moderat yang pertama su­dah melewati tahap emosi dan tidak lagi mudah diprovokasi.


Sikap moderat umat Islam Indonesia masih perlu dikaji; apakah moderatnya dominan da­lam arti pertama atau kedua. Apapun nama dan bentuknya,sikap moderat itu selalu harus di­bina secara berkelanjutan. Tidak mustahil ada sekelompok orang yang tadinya memilih sikap moderat tetapi memilih sikap keras (tasyaddud) karena sudah kehilangan informasi atau pema­hamannya tidak pernah lagi di up-date. Seba­liknya mungkin ada sekelompok yang tadinya masuk garis keras tetapi karena pengembangan wawasan dan terus belajar, maka mereka berubah menjadi moderat. Tantangan kita se­bagai umat dan sebagai warga bangsa ba­gaimana merawat kemoderatan yang dimiliki agar tidak bergeser menjadi kelompok garis keras atau liberal, yang kedua-duanya tentu bukan saja tidak sejalan dengan falsafah dasar bangsa Indonesia, Pancasila, tetapi juga ber­masalah dari sudut pandang agama, karena dalam Islam atas nama apapun kepada siapapun, dan untuk apapun, kekerasan tidak ada tempatnya. Al-Qur'an dengan tegas menyata­kan: La ikraha fi al-din (tidak ada paksaan da­lam beragama). Merawat kemoderatan, baik moderat di dalam beragama maupun dalam berbangsa, harus dianggap sebagai on-going process, sesuatu yang harus berkelanjutan. Selama garis moderat masih kuat di negeri ini, maka selama itu bangsa ini akan kokoh. Jika garis moderat sudah tergerus, baik oleh kelom­pok radikal maupun liberal, maka pada saat itu bangsa ini perlu waspada.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya