Berita

Ilustrasi/Net

Adhie M Massardi

Antara Desa dan Edsa

SENIN, 19 FEBRUARI 2018 | 09:34 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

MEMBACA catatan DESA (Djoko Edhi S Abdurrahman) yang menyoal absurditas hasil survei Indo Barometer membuat saya jadi teringat EDSA. (Baca: klik di sini)

Dan ketika DESA berpadu dengan EDSA rasanya pahit bak empedu. Membuat hati menjadi ngilu.

DESA adalah sohib saya yang konsisten dengan dalil kebenaran hukum yang diyakininya. Sedangkan EDSA adalah akronim dari "Epifanio de los Santos Avenue", gerakan rakyat (people power) yang ingin meneguhkan suara rakyat "suara Tuhan" di Matro Manila (22-25 Februari 1986) pimpinan duet Cory Aquino-Kardinal Sin yang kemudian menumbangkan diktator Filipina, Ferdinand Marcos.


People power yang terkenal itu dipicu oleh Namfrel (National Chairperson), gerakan masyarakat sipil untuk pemilu bersih yang diinisiasi Jose S Conception Jr, "bapak quick count" dunia.

Dengan metoda quick count Namfrel berhasil membongkar hasil pemilu Filipina yang diselenggarakan Comelec (Commission of Election), KPU-nya Filipina. Operation quick count ini kemudian menjadi trend di negara-negara di dunia yang menyelenggarakan pemilu, termasuk di Indonesia.

Di Filipina para akademisi dan relawan yang membantu operasional Namfrel adalah kaum intelektual (yang mengolah hasil pemikirannya dengan hati, bukan dengan perutnya!).

Karena itu, bila di Filipina survei dan operation quick count dipakai untuk meluruskan jalan demokrasi yang dibengkokkan Comelec (KPU), di negeri kita kebanyakan lembaga survei dan penyelenggara quick count justru bekerja untuk melegitimasi jalan demokrasi yang bengkok dan korup. Lembaga-lembaga survei kita yang digawangi kalangan akademisi (yang bukan intelektual) justru menjadi benalu demokrasi, yang bekerja hanya demi perut mereka, seraya menyesatkan opini masyarakat.

Oleh sebab itu, saya menyarankan DESA menyatukan kalangan intelektual Indonesia (yang jumlahnya terus menyusut) untuk menggalang kekuatan guna melawan jalan sesat kalangan akademisi di lembaga-lembaga survei kita, agar produk-produk survei mereka yang absurd, tidak menjadi virus nasional yang bisa mengabsurdkan kesejahteraan dan masa depan bangsa.(Baca klik di sini)

Indonesia sudah sangat mendesak untuk dipimpin orang-orang yang cerdas, berintegritas dan berkualitas. Dan orang sekaliber itu niscaya akan digerus temur oleh lembaga-lembaga survei yang absurd. Selamat berjuang, DESA.[***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya