Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusifisme Islam Indonesia (17)

Mengapa Islam Menjadi Agama Mayoritas Di Indonesia? (1)

SELASA, 13 FEBRUARI 2018 | 11:33 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

PERTANYAAN yang sering muncul dari kalangan il­muan ialah mengapa Islam menjadi agama mayoritas di Inonesia? Jika diasumsi­kan Islam masuk di Indone­sia pada abad ke-13, seperti diyakini umumnya ilmuan Barat (orientalis), itu arti­nya bersamaan datangnya agama Kristen dan Katolik. Jika demikian adan­ya faktor apa yang membuat Islam begitu cepat berkembang, jauh melampaui agama-agama baru lain yang sezaman datangnya ke Indone­sia? Mengapa bukan agama Kristen atau Kato­lik lebih dominan seperti Philipina? Bukankah agama Kristen telah mendapatkan dukungan kuat dari pemerintah kolonialis Belanda yang pernah menjajah Indonesia kurang lebih 300 ta­hun? Sementara Islam sama sekali tidak pernah mendapatkan dukungan dari beberapa bangsa yang pernah menguasai Indonesia, seperti Por­tugis, VOC, Belanda, dan Jepang?

Pertanyaan ini pernah dicoba dijawab oleh Harry J. Benda dalam bukunya The Crescent and the Rising Sun. Ia menyebut ada beber­apa faktor yang membuat Islam begitu cepat berkembang di Indonesia melampaui agama Keristen. Di antaranya ada faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial budaya, dan faktor sub­stansi ajaran.

Faktor politik ialah pengaruh keislaman Kera­jaan Mataram di penghujung abad ke-16, yang memerintah Jawa Tengah kemudian serta-mer­ta menaklukkan kerajaan-kerajaan pesisir yang umumnya pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu. Seabad kemudian, pertengahan abad ke-17, agama Islam berhasil menguasai hampir se­luruh wilayah Indonesia, khususnya Indonesia bagian Barat. Keislaman Kerajaan Mataram menurut H.J. Benda tidak begitu mendalam dan dilukiskannya hanya sebagai Islam "kulit ari", dan keadaan ini berlangsung sangat lama sebelum kelompok santri melakukan gebrakan dengan menggarap kaum abangan dan kaum priyayi.


Kekalahan Kerajaan Hindu-Majapahit se­makin membuat para pedagang muslim dari berbagai negeri muslim semakin leluasa men­guasai kota-kota dagang di sepanjang pesisir pulau Jawa. Para saudagar muslim jauh lebih sulit menembus keraton Majapahit yang didom­inasi agama Hindu ketimbang cikal bakal Kera­jaan Mataram yang lebih didominasi mistisisme Jawa. Sebagai konsesi atas dukungan para saudagar muslim, Kerajaan Mataram memberi­kan akses untuk melakukan kolaborasi dengan keraton. Para penguasa yang baru dinobatkan harus bersandarkan diri kepada para ulama. Hanya dengan pengesahan ulama maka se­orang pangeran bisa menyandang pangeran Is­lam. Sah dan tidaknya sebuah perkawinan be­rada di bawah otoritas Qadhi yang terdiri atas kaum ulama. Lama kelamaan peradaban aban­gan semakin pudar berganti peradaban santri.

Budaya masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya didominasi oleh budaya pater­nalistik dan patriarkal. Masyarakat luas sangat tergantung dan mengikuti rajanya. Apa kata rajanya itu kata warganya. Rajanya beralih ke agama Islam maka serta-merta rakyatnya ikut menganut agama Islam. Demikian pula kaum perempuan mengikuti kaum laki-laki. Sebagai istri ia mengikuti suaminya dan sebagai anak ia mengikuti ayahnya. Begitu mereka beralih ke agama Islam maka dengan sendirinya mer­eka ikut beragama Islam. Keislaman kerajaan Mataram tidak pernah dibayangkan oleh pe­merintah Hindia Belanda akan secepat itu. To­koh-tokoh Kristen di Indonesia terlalu banyak mendengar nasehat dari pemerintah Hindia Be­landa yang mengasumsikan sifat sinkretik umat Islam di Indonesia di tingkat desa tidak perlu dipermasalahkan karena mereka lebih gam­pang dikristenkan dari pada negara-negara muslim lainnya. (H.J. Benda, h. 39).

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya