Berita

Foto/Net

Sudah Di Angka 188 Persen, Penjara Makin Sesak Nih

Aturan Permenkumham 11/2017 Tidak Diindahkan
SENIN, 05 FEBRUARI 2018 | 11:47 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, pesan-pesan yang disampaikan Permenkumham no. 11 tahun 2017 soal bahaya overcrowded atau kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas), tidak diindahkan sama sekali oleh pihak pemerintah dalam pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pi­dana (RKUHP).

Mirisnya, RKUHP dirancang oleh Kementerian Hukum dan HAM, kementerian yang juga mengkritik masalah overkrimi­nalisasi RKUHP dan menge­luhkan masalah overcrowded dalam lapas.

Direktur Pelaksana ICJR, Erasmus Napitupulu menyebutkan, pada 11 Juli 2017 lalu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) menetap­kan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) no. 11 tahun 2017 tentang Grand Design Penanganan Overcrowded pada Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai upaya menanggulangi kondisi overcrowded pada Rutan dan Lapas.


Kondisi overcrowded terse­but telah mencapai titik yang memprihatinkan. Data Dirjen Pemasyarakatan (PAS) menya­takan, per Januari 2018 jumlah tahanan dan napi yang ada sebanyak 233.662 orang sedang­kan kapasitas yang mampu dise­diakan hanya 124.117 orang.

Artinya Lapas dan Rutan di Indonesia memiliki kelebihan beban kapasitas mencapai 188 persen. Kondisi ini naik 19 persen dari kondisi overcworded pada Januari 2017 yang saat itu sudah mencapai 169 persen.

"Permenkumham no. 11 ta­hun 2017 itu juga menyoroti tentang Naskah Akademik RKUHP yang menjelaskan bahwa terdapat 146 regulasi peraturan perundang-undangan yang di dalamnya memuat ketentuan pidana," kata Erasmus.

Secara jelas dalam Permenkumham tersebut, Kemenkumham menyatakan bahwa kondisi tersebut berdampak pada penambahan kepadatan hunian di Lembaga Pemasyarakatan.

"Yang paling menarik, secara spesifik Permenkumham no. 11 tahun 2017 juga mengkiritik RKUHP yang hampir semua ancaman pidananya meningkat drastis, beberapa contoh yang dis­ebutkan antara lain tindak pidana penghinaan dan tindak pidana zina yang ancaman pidananya menca­pai 5 tahun," paparnya.

Selain itu, Permenkumham no. 11 tahun 2017 juga menya­takan bahwa semakin tinggi hukuman, maka penahanan juga akan semakin tinggi dan praktis untuk dilakukan. Hal ini akan berdampak pada semakin tinggi jumlah hunian dibandingkan dengan kapasitas ruang yang tersedia.

"Sayangnya pesan-pesan yang disampaikan oleh Permenkumham No 11 tahun 2017 tersebut tidak diindahkan sama sekali oleh pihak pemerintah dan perumus RKUHP," kritik Erasmus.

Seharusnya pihak pemerintah dan perumus RKUHP berpikir bahwa sistem peradilan pidana merupakan satu rangkaian yang saling terkait. Mulai dari proses penyidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan, pemeriksaan persidangan oleh peradilan termasuk didalamnya proses pemasyarakatan pelaku tindak pidana oleh Dirjen PAS.

Dia menegaskan, paradigma penghukuman yang tidak selaras lagi dengan tujuan pembaharuan hukum Indonesia jelas akan membebankan masalah pada pihak Lapas dan Rutan yang juga sudah dibebani tugas melakukan pembinaan pelaku tindak pidana. "Bagaimana mungkin pembi­naan akan efektif jika Lapas dan Rutan mengalami kondisi overcrowded," tandasnya.

Sebelumnya, Menkumham Yassona Laoly mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru tentang restorative justice (restorasi keadilan) diharapkan dapat mengurangi beban lapas. "Nanti di RKUHP kita akan ada restorative justice, ini kita harap­kan bisa mengurangi," katanya.

Sebagai contoh, hukuman bagi pengguna narkotika harus diubah dari pendekatan pidana ke pendekatan rehabilitasi. Alasannya, penghuni lapas saat ini didominasi narapidana tindak pidana narkotika. "Bayangkan, di Belanda itu kosong penjara. Mengapa? Padahal tidak ada hukuman mati. Karena memang pendekatannya beda, paradigmanya berbeda," ujar Yassona. ***

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya