Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengungkapkan, banyak faktor penyebab nilai ekspor Indonesia renÂdah. Yang mencolok, antara lain ekspor masih didomiÂnasi barang mentah dan olahan dasar.
"Itu kan nilai tambahÂnya kecil. Ekspor jenis ini juga sensitif terhadap pergerakan harga komodiÂtas," ungkap Bhima kepada Rakyat Merdeka.
Untuk memecahkan masalah itu, lanjut Bhima, tidak mudah. Karena, membutuhkan industri hilirisasi. Jika ingin nilai ekspor naik, pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mendorong kinerja sektor manufaktur. Apalagi, porsi investasi yang masuk ke sektor manufaktur turun drastis dari 54,8 persen jadi 39,7 persen di tahun 2017.
Menurut Bhima, untuk mendorong investasi peÂmerintah harus melakukan evaluasi. Pemerintah meÂnawarkan insentif yang lebih menarik ke investor.
Bhima menilai, insentif potongan pajak yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 1 tahun 2018, cukup menarik. DaÂlam aturan itu, pemerintah akan memberikan insentif potongan PPh badan sebeÂsar 30 persen selama enam tahun atau 5 persen setiap tahun.
"Model insentif seperti ini harus diperluas terutama ke industri uang berorienÂtasi ekspor," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Peneliti
Center of Reform Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal juga menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri.
Menurutnya, rendahnya kinerja ekspor Indonesia harus dilihat secara menyeÂluruh dari hulu dan hilir.
"Kita tidak bisa menyalahkan Kemendag saja. Karena, mereka hanya hilir, sementara bicara ekspor tidak bisa lepas dari kondisi di hulu," ungkapnya.
Dia mengatakan, untuk membenahi kinerja ekspor harus dimulai dari penguaÂtan di hulu. Jika produk yang dihasilkan berdaya saing maka promosi lebih mudah dilakukan. Begitu sebaliknya, jika tidak berÂdaya saing, promosi dilakuÂkan sebesar apapun, tidak akan memberikan hasil memuaskan.
Selain itu, Faisal menyarankan, pemerintah untuk menentukan jenis produk yang akan menjadi andalan ekspor. Dia mencontohkan, Malaysia kuat pada ekspor elektronika, Thailand sekÂtor otomotif, Vietnam inÂdustri alas kaki, sepatu, pakaian jadi.
Tidak Fokus Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo SoekarÂtono menilai, kinerja ekspor Indonesia rendah karena pemerintah pada awalnya terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur.
"Pemerintah pada awalÂnya terlalu terfokus pada pembangunan infrastrukÂtur. Kinerja ekspor kurang mendapatkan perhatian. Saya agak heran juga, Presiden kok kaget ekspor rendah, seperti baru tahu, bukannya selama ini teriÂma laporan dari Menteri," ungkap Bambang.
Bambang menilai, IndoÂnesia memiliki potensi beÂsar untuk mengerek kinerja ekspor. Misalnya, produk kopi, komoditas ini sangat terkenal di dunia. Selain itu, produk tekstil,yang cukup diperhitungkan di pasar dunia. Hanya saja, selama ini upaya untuk meningÂkatkan perdagangan sektor tersebut tidak dilakukan dengan optimal.
Bambang menambahÂkan, ekspor Indonesia kaÂlah dengan negara Asia Tenggara sudah lama terjadi. Bahkan, sejak tahun 2000-an sudah tertinggal. ***