PT Dirgantara Indonesia (PTDI) berharap pemerintah bisa secepatnya mengeluarkan sertifikasi untuk pesawat N219. Sertifikasi pemerintah dibutuhkan sebagai bukti pesawat ini bisa atau layak digunakan.
PTDI mengaku belum bisa meÂmasarkan pesawat tersebut karÂena sertifikasi dari pemerintah belum keluar. Padahal, sertifikasi itu adalah kebutuhan mendasar dalam industri penerbangan.
Senior Staff Bidang PengemÂbangan Pesawat PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana mengakui, untuk mengeluarkan sertifikat layak tidak mudah, ada anggaran yang harus dikeluarÂkan. Berbagai langkah penguÂjian pun harus dilakukan. "Tapi kita lakukan testing, melakuÂkan semua kegiatan sertifikasi untuk meyakinkan bahwa itu aman untuk digunakan oleh masyarakat," tutur Andi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dijelaskan, sebelum mendapatkan sertifikasi maka pesawat tidak bisa digunakan apalagi diÂjual. Sertifikasi menjadi standar kelayakan bagi N219 untuk diguÂnakan bahkan dipasarkan sampai ke beberapa negara. "Harapan kita dengan sertifikat itu nanti N219 mudah di-endorse oleh beberapa negara-negara yang percaya kepada Kementerian Perhubungan kita," katanya.
Sertifikasi kepada N219 itu bisa dikeluarkan oleh KementeÂrian Perhubungan (Kemenhub). Dia menyebut, sekarang ini banyak negara ASEAN perÂcaya kepada Kemenhub IndoneÂsia. "Jadi sekali dapat sertifikat dari Indonesia kita sudah bisa menjual pesawat ini, seperti di Asean itu sudah mudah, antara lain seperti di Laos dan VietÂnam," imbuhnya.
Menurut Andi, PT DI sedang berupaya agar N219 bisa menemÂbus pasar Amerika Latin karena model pesawat ini marketnya di tersebut. Kendati sertifikasi belum keluar, Andi menegaskan dukungan pemerintah sudah terasa dalam proyek pesawat N219. Misalnya, pemerintah memberikan kemudahan akses dalam mendapatkan pendanaan. Apalagi proyek pembuatan sudah masuk dalam program pendanaan non APBN. Pesawat N219 dibanÂderol seharga Rp 6 juta AS.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Agus Santoso menegaskan kesiapannya memberiÂkan dorongan teknis percepatan sertifikasi kepada PT DI agar produk-produknya bisa diterima di banyak negara. Apalagi PT DI menjadi satu-satunya perusahaan pembuat pesawat di ASEAN.
"Yang diberikan misalnya banÂtuan teknis sertifikasi untuk meÂmudahkan pemasaran ke negara-negara sahabat Indonesia melalui
Bilateral Airworthines RecogniÂtion ataupun
Bilateral AirworthiÂness Agreement," katanya.
Kemenhub memberikan SertiÂfikasi untuk desain, tipe, sampai produk sesuai aturan-aturan penÂerbangan internasional. Pihaknya bakal memberikan dorongan teknis agar PT DI mampu lebih progresif dalam penetrasi pasar dunia. "Misalnya saja tahun lalu, kami sudah melakukan pembicaraan dengan otoritas penerbangan Meksiko, di mana negara tersebut sudah banyak memakai pesawat jenis CN-235 dan NC-212 dan akan membeli lebih banyak lagi pesawat tipe tersebut," tambah Agus.
Namun, saat ini Meksiko masih terkendala masalah suku cadang maupun komponen. Untuk itu, Agus mendorong PT DI untuk juga memproduksi suku cadang maupun komponen pesawat-pesawat tersebut.
Lebih jauh Ditjen Perhubungan Udara juga akan mendorong agar PT DI memproduksi pesawat-pesawat yang dibutuhkan untuk beroperasi di Indonesia.
"Kami akan mengawal dalam proses sertifikasinya sehingga pesawat N219 menjadi andal dan bisa diproduksi massal sehingga bisa dipasarkan ke negara-negara yang membutuhkan dan mempunyai kondisi alam seperti Papua," katanya.
Butuh Modal GedeMenteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Mentistek Dikti) Mohamad Nasir meminta dana Rp 81 miliar ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dana itu dibutuhkan Lembaga PenerÂbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk uji terbang pesawat N-219. Uji terbang dianggap sebagai syarat untuk mengeluarkan sertifikat.
"Saya sangat berharap, terutaÂma untuk Bappenas. Di LAPAN juga ada tugas di bidang penerÂbangan dan antariksa. MenyeÂlesaikan pembuatan pesawat N219, di mana dalam pengemÂbangannya sekarang adalah uji terbang. Masih membutuhkan Rp 81 miliar," ungkap Nasir.
Dia mengakui sebetulnya angÂgaran itu kepada Kemenristek Dikti. Namun Nasir mengatakan anggaran ke lembaganya sudah terserap dan nominal Rp 81 milÂiar sangatlah besar. "Bu Menteri BUMN menyampaikan ke saya, 'Pak Nasir, ini akhirnya ambil anggaran ke Ristekdikti karena anggarannya besar.' Saya bilang, 'emang besar, tapi ibarat ikan tinggal durinya karena terealisasi semua.' Oleh karena itu balik lagi ke Bappenas yang meranÂcang anggaran," tutur Nasir.
Selain menghubungi Menteri BUMN dan Bappenas, Nasir juga mengontak Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dia harap program ini memajukan dirgantara Indonesia.
Untuk diketahui, Pesawat N219 sendiri sudah diresmikan PresiÂden Joko Widodo pada tahun lalu. Oleh Presiden, pesawat ini diberi nama 'Nurtaino.' Pesawat N219 dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan penerbangan rute pendek dengan 19 penumpang. Pesawat jenis ini diklaim cocok untuk menghubungkan banyak daerah terpencil di gunung mauÂpun pada kondisi ekstrem seperti Papua. ***