Berita

Foto/Net

Bisnis

Sertifikasi Kelapa Sawit Anti Klimaks

SELASA, 30 JANUARI 2018 | 10:57 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kalangan aktivis menilai Rancangan Peraturan Presiden tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO) berpotensi melemah­kan sertifikasi ISPO itu sendiri. Dengan kata lain, proses pen­guatan sistem sertifikasi ISPO yang telah berjalan selama satu setengah tahun terakhir menuju anti klimaks.

Peneliti dari Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi menuturkan, proses penguatan sistem sertifikasi ISPO pada awalnya diharapkan mampu mendorong tata kelola kelapa sawit berkelanjutan dan mampu meningkatkan daya saing sektor kelapa sawit.

Akan tetapi, terjadi peng­abaian terhadap proses multipihak dan isi draft rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sistem Sertifikasi ISPO yang disusun pada Januari 2018 malah berpotensi menjadi lang­kah mundur yang makin me­lemahkan ISPO.


"Pada awalnya, terjadi dialog yang cukup terbuka antara pe­merintah dan para pemangku ke­pentingan, termasuk masyarakat sipil, melalui rangkaian per­temuan dan konsultasi publik telah menghasilkan beberapa rekomendasi untuk rancangan Perpres serta prinsip dan kri­teria sistem sertifikasi ISPO," katanya, kemarin.

Sedianya sebuah konsultasi publik nasional akan diselenggarakan sebelum finalisasi draft rancangan Perpres tersebut. Alih-alih menyelenggarakan konsultasi publik nasional, pemerintah yang dimotori Kementerian Koordinator bidang Perekonomian malah menye­lenggarakan pertemuan-per­temuan terbatas, sehingga proses yang ada justru makin tertutup dan masyarakat.

"Termasuk pemangku kepentingan yang semula dilibatkan dan sulit mendapatkan akses informasi mengenai kemajuan proses," ungkap Sri.

Menurutnya, draft rancan­gan Perpres yang disusun pada Januari 2018 seolah mengabaikan hasil dan masukan dari konsultasi publik regional. Beberapa poin penting masukan masyarakat dari hasil Konsultasi Publik terhadap rancangan Perpres ISPO dikeluarkan dari draft rancangan versi Januari 2018, seperti prinsip ketelusuran dan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Tidak dirujuknya prinsip HAM yang fundamental dalam sistem sertifikasi ISPO jelas merupakan langkah mundur," tegas Sri.

Sementara, digabungkannya prinsip 'perlindungan hutan alam/primer dan gambut' dengan 'manajemen lingkungan' menjadi 'pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam dan keaneka­ragaman hayati' tanpa merujuk kembali pada pentingnya prinsip 'perlindungan' merupakan salah satu contoh isi rancangan yang melemahkan ISPO.

"Hal ini menunjukkan ketidakseriusan Pemerintah dalam upaya perlindungan hutan dan gambut yang tersisa dan mem­perbaiki daya saing industri sawit Indonesia," ujar Sri.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Teguh Surya, menyebutkan draft ran­cangan Perpres versi Januari 2018 juga menghilangkan ke­wajiban sertifikasi bagi pekebun plasma dan pekebun swadaya.

Hal ini akan berimplikasi pada lepasnya tanggung jawab pe­merintah dalam mendorong dan mendukung peningkatan kapasi­tas dan proses sertifikasi khusus­nya bagi petani swadaya.

"Draft rancangan ini juga menghilangkan pengaturan mengenai pemantauan independen terhadap sistem sertifikasi ISPO serta direduksinya posisi dan peran pemantau independen menjadi bagian dari komite sertifikasi. Ini jelas akan me­lemahkan kredibilitas sistem itu sendiri," terangnya.

Koordinator Forum Koordinasi Masyarakat Sipil untuk pengua­tan ISPO, Abu Meridian, menga­takan kelompok masyarakat sipil menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan proses yang tidak transparan dan partisipatif dalam pembahasan rancangan Perpres sistem serti­fikasi ISPO.

"Apabila tidak ada perbaikan dalam proses dan substansi draft rancangan sampai dengan disahkannya Perpres ini, maka kami menyatakan bahwa proses ini telah gagal mencapai tujuan utama penguatan ISPO untuk memperbaiki tata kelola dan memperkuat daya saing sektor kelapa sawit Indonesia," tandas­nya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya