Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri/Net
Wapres Jusuf Kalla mengingatkan bahwa Pilpres tinggal 1,5 tahun lagi. Karena itu, TNI dan Polri diharapkan bersiap. Sementara, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memprediksi situasi politik sampai pilpres nanti akan menegangkan.
Omongan JK soal Pilpres ini disampaikan di dua tempat berbeda, yaitu ketika ditanya wartawan di kantornya dan saat memberikan arahan di acara pembekalan di Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, kemarin.
Kepada wartawan, JK kembali mengungkapkan keputusannya untuk pensiun dari dunia politik. Artinya, ia tak akan ikutan lagi menjadi kandidat di pilpres mendatang. Karena itu, JK mengingatkan kepada para calon penggantinya agar bersiap-siap. Soalnya waktu yang tersisa tinggal 1,5 tahun lagi. Di waktu tersisa tersebut, para calon mesti mempersiapkan strategi.
Berikutnya, saat memberikan arahan di acara pembekalan di Rapim TNI-Polri, JK juga menyinggung soal pilpres yang sudah di depan mata. Eks Ketum Golkar itu mengingatkan pentingnya menjaga keamanan di tahun politik ini. Soalnya di 2018 ini paling tidak ada tiga peristiwa penting yang akan dihelat yakni pilkada serentak dan dua acara berskala internasional: Asian Games serta pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali.
Menurut JK, bila ada masalah keamanan makan akan menimbulkan gejolak politik dalam negeri. "Apabila ada masalah keamanan akan menghambat ke sosial, akan menghambat ke politik, dan juga ekonomi nasional kita akan terganggu," kata JK. Dalam pembekalan tersebut, hadir Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
JK juga meminta TNI-Polri meningkatkan kewaspadaan dan pengamanan. Soalnya, kata JK, Pemilu 2019 adalah pemilu yang terumit di seluruh dunia karena pileg dan pilpres akan digelar bersamaan. Menurut JK, tantangan di Pemilu 2019 juga sangat berbeda dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Kini, masyarakat sudah tidak seideologis dulu dalam menyalurkan aspirasinya. Masyarakat sekarang emosional kedaerahannya lebih tinggi.
Gaya kampanyenya pun sudah berbeda. Jika dulu kampanye lebih banyak menggunakan pengerahan massa, kini kampanye lebih banyak mengerahkan pasukan siber di media sosial. Dampak kampanye di medsos ini adalah kampanye hitam dan kampanye negatif. Yang tentunya akan memunculkan ketegangan emosi baik di keluarga, lingkungan maupun tim sukses. Nah, untuk menurunkan tensi emosi tersebut tak ada jalan lain adalah keprofesionalan penyelenggara pemilu. "Dan juga tentu pengamanan oleh polisi dan tentata yang sangat netral. Itu dibutuhkan, karena tanpa netralitas TNI-Polri akan menimbulkan ketidakseimbangan di lapangan," ungkapnya.
Meski menyebutnya sebagai pemilu terumit, JK yakin penyelenggaraan pilkada dan Pemilu 2019 akan berjalan aman. Menurut dia, Indonesia sudah berpengalaman dalam menyelenggarakan pemilu dengan metode dan cara yang berbeda. "Sudah tiga kali pilpres dan pemilu dan berjalan baik saja. Tidak ada jadi masalah besar," tuntasnya.
Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri juga berpendapat serupa, bahwa tensi politik tahun ini akan menegangkan. Hal ini disampaikan Mega saat merayakan hari ulang tahunnya yang ke-71 dengan mementaskan teater bertajuk Satyam Eva Jataye karya Butet Kertaradjasa di Gedung Teater Taman Ismail Jakarta, kemarin. Satyam Eva Jataye Jataye adalah semboyan dari bahasa Sansakerta yang artinya "hanya kebenaran yang berjaya."
Acara berlangsung meriah dengan dihadiri Presiden Jokowi, Wapres JK, para menteri kabinet dan ketum partai. Saat menyampaikan pengantar, Mega berharap pertunjukan tersebut dapat meredakan tensi di tahun poilitik. "Semoga apa yang disampaikan pertunjukan ini dapat membuat kita melupakan tahun politik ini, yang sepertinya akan menegangkan, kayaknya," kata Megawati saat membuka acara.
Karena itu, ia meminta para tamu undangan yang hadir dapat menonton pertunjukan sampai selesai. Termasuk kepada Jokowi-JK dan para ketua umum partai politik yang hadir. "Untuk Bapak Presiden, seperti tahun yang lalu, bilangin sama ajudannya enggak usah buru-burulah. Buat Bapak Kalla, dan semua ketua-ketua umum untuk mencairkan pemikirannya dulu. Kalau kita harus tempur ya kita tempur dengan baik demi demokrasi," tambahnya. Permintaan Megawati itu pun dipenuhi oleh para tamu termasuk Jokowi dan JK. Mereka baru meninggalkan ruangan setelah acara teater yang berlangsung selama dua jam lebih selesai ditampilkan.
Ketum PAN Zulkifli Hasan ikut mengomentari pernyataan Mega terkait kondisi politik di 2018 dan 2019 yang kayaknya akan menegangkan. Dia berharap para calon kepala daerah dapat bersaing dengan sehat demi kemajuan bangsa dan negara. "Sekarang kan memang tahun politik. Tentu mari kita jaga bersama-sama, boleh pilihan beda, partai beda, pemimpin pilegnya beda, kemudian calon kandidat bupati/gubernur pilihannya beda, tapi merah putihnya sama, saling menghormati. Ayolah kita berkompetisi adu gagasan, berlomba-lomba memajukan negeri ini. Biarlah rakyat yang menilai, jangan mempertaruhkan segalanya untuk kemenangan," tandasnya.
Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai menegangnya tensi politik Pilkada serentak dan Pilpres 2019 karena maraknya politik indentitas. Politik identitas tersebut adalah penggunaan isu SARA di media sosial. Ray menyebut, hal tersebut sudah terasa seperti isu Jokowi yang dikaitkan dengan darah komunis dan pola pembangunan pemerintah yang dianggap mirip dengan negara komunis Tiongkok. Dia berpendapat, politik identitas yang membawa SARA agaknya lebih efektif di era kekinian. Ketimbang politik uang yang efeknya hanya jangka pendek. "Karenanya politik SARA ini lebih berbahaya dari politik uang. Karena efeknya panjang," kata Ray. ***