Masalah rangkap jabatan para menteri kabinet sepertinya sudah clear. Meski Presiden Jokowi belum memberi pernyataan resmi, semua pihak sudah menerima kalau hal ini sah-sah saja. Ibaratnya, hal ini hanya haram di awal, namun halal di akhir.
Masalah rangkap jabatan jadi rame setelah Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto diangkat menjadi Ketua Umum Golkar, pertengahan Desember lalu. Publik pun menunggu-nunggu, kapan Airlangga diminta Jokowi meletakkan kursi menterinya. Namun hal itu tak kunjung terjadi.
Belakangan, menteri yang rangkap jabatan justru bertambah setelah Jokowi mengangkat Idrus Marham sebagai Menteri Sosial. Di kepengurusan Golkar baru dibawah Airlangga, Idrus menjabat sebagai Koordinator Bidang Hubungan Eksekutif-Legislatif.
Padahal sejak awal pemerintahannya, Jokowi tegas melarang para menterinya rangkap jabatan di parpol. "Satu jabatan saja belum tentu berhasil, apalagi dua," ujar Jokowi, Agustus 2014.
Dari 14 menteri asal parpol yang diangkat Jokowi, semua menuruti kebijakan ini. Termasuk Puan Maharani, yang saat ditunjuk menjadi Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, masih berstatus sebagai Ketua Bidang Politik dan Keamanan PDIP. Menanggapi sikap permisif Presiden Jokowi, PDIP pun berencana memasang Puan lagi di kepengurusan Banteng.
Kemarin, parpol pendukung Jokowi ramai-ramai mendukung dihalalkannya rangkap jabatan. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menyebut, tidak ada masalah dengan rangkap jabatan itu. "Selama mendukung efektivitas kerja dari Presiden," ujarnya di Taman Ismail Marzuki, kemarin.
Soal rencana mengaktifkan kembali Puan di partai, Hasto berkomentar begini: "Selama Pak Presiden membuka ruang kebijakan yang baru, kami akan mengikuti hal tersebut," katanya.
Politikus Golkar Adies Kadir menyebut, anggota partai yang rangkap jabatan sudah tahu posisi dimana mereka bekerja baik sebagai petugas partai maupun pembantu presiden. "Semua itu menandatangani satu fakta integritas akan berkonstentrasi penuh terhadap dan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang diemban," ujarnya di gedung DPR, kemarin.
Lagipula, menurut Adies, Presiden Jokowi juga tidak mempermasalahkan hal ini. "Jadi saya pikir ini clear selama usernya dalam hal ini Presiden Jokowi itu tidak ada masalah dan tidak terganggu dengan hal tersebut," tutur Adies.
Ketum PPP M. Romahurmuziy alias Romy menilai, menteri rangkap jabatan merupakan hal yang biasa. Hal itu sudah terjadi sejak Indonesia merdeka. "Menteri adalah political appointee, kalau dia rangkap jabatan dengan jabatan di parpol itu hal yang biasa," ujarnya di tempat yang sama. "Yang penting time managementnya," imbuh Romi.
Terpisah, Wasekjen PKB Daniel Johan menilai, larangan rangkap jabatan sudah tak lagi haram setelah dua pengurus Golkar tetap menjadi menteri pada Kabinet Kerja. "Dengan adanya kelonggaran ini berarti kami anggap peraturan itu sudah tidak berlaku lagi," ujar Daniel. Dengan begitu, maka secara logika, menteri dari PKB tidak masalah memiliki jabatan dalam partai.
Partai Demokrat juga tak mempermasalahkannya. Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat Agus Hermanto menyebut, menteri di Indonesia menganut sistem presidential. Dijelaskan, sistem tersebut membuat presiden berwenang penuh dalam menunjuk menteri-menterinya. "Di dalam UU Kementerian Negara, UU lain, tidak diatur tentang rangkap jabatan itu," ujar Agus di gedung DPR, kemarin.
Gerindra yang merupakan partai oposisi juga tak mempermasalahkan rangkap jabatan itu. "Saya pikir selama itu tidak mengganggu kinerja ya sah-sah saja ya," tutur Waketum Gerindra Edhy Prabowo.
Edhy mengatakan, menteri rangkap jabatan tak perlu lagi dipermasalahkan. Sebab, menurut Ketua Komisi IV DPR ini, banyak juga orang yang merangkap jabatan tetapi mampu bekerja dengan baik. "Kita enggak usah beralasan berasumsi nyatanya banyak juga yang jabatannya double kerja dengan baik," ujarnya.
Tapi, rekan separtai Edhy, Fadli Zon, justru menilai Jokowi menjilat ludah sendiri. "Artinya Presiden menjilat ludahnya sendiri. Kalau dulu Presiden mengatakan tidak boleh rangkap jabatan dan sekarang boleh," tegasnya.
Rangkap jabatan menteri itu, menunjukkan Jokowi tidak konsisten antara kebijakan dengan pelaksanaan. Hal ini akan berdampak buruk bagi citra pemerintah. "Ketidakkonsistenan ini menunjukkan saya kira bagaimana tidak adanya satu prosedur tetap yang baku," ujar Wakil Ketua DPR itu.
PKS yang juga merupakan kubu oposisi menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai sendiri dihalalkannya rangkap jabatan itu oleh Jokowi. "Silakan masyarakat untuk memberikan penilaian tersendiri," ujar Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid.
Tapi ada juga partai pendukung pemerintah yang kontra dengan kebijakan Jokowi itu, yakni PAN. Partai matahari terbit itu menganggap Jokowi mengingkari janjinya sendiri dengan menghalalkan rangkap jabatan.
"Menurut kami Pak Jokowi sudah melanggar omongan dia sendiri. Artinya janji tinggal janji, komitmen tinggal komitmen, dan Pak Jokowi telah melanggar," kritik Ketua DPP PAN Yandri Susanto di gedung DPR, kemarin. ***