Di awal 2018, rasio kredit berÂmasalah (non performing loan/ NPL) perbankan mengalami penurunan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, risiko kredit saat ini terkendali, hal itu terlihat dari NPL gross di level 2,59 persen dari sebelumnya di kisaran 3 persen dan NPL net 1,11 persen. Sehingga tren NPL pun cenderung terus menurun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menuÂturkan, nasabah yang mengakiÂbatkan NPL dan beberapa waktu lalu sempat di atas 3 persen, sekarang sudah turun menjadi 2,59 persen.
"Banyak pihak berharap NPL 2018 akan melandai. Salah satu penopangnya adalah pertumbuÂhan kredit yang cukup tinggi," terang Wimboh saat ditemui di Jakarta, kemarin.
OJK sendiri menyebut target pertumbuhan kredit sesuai renÂcana bisnis bank (RBB) 2018 yang mencapai 12,2 persen, Kondisi ini akan ditopang perÂtumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang diprediksi mencapai 11,16 persen.
Setali tiga uang, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim AlamÂsyah mengatakan, total NPL ditambah dengan kredit hasil reÂstrukturisasi, masih cukup tinggi. Meski begitu, NPL memang mengalami penurunan sejalan dengan penurunan rasio NPL.
"Di ujung kuartal III-2017,
credit at risk sebesar 11,9 persen, masih cukup tinggi. Awal JanuÂari ini kami pantau sudah turun menjadi 9,6 persen. Ini penuÂrunan yang drastis," tuturnya.
Halim menjelaskan, penuÂrunan tersebut disebabkan upaya yang dilakukan perbankan untuk menghilangkan atau menghapus buku kredit yang bermasalah.
"Kami juga melihat proses konsolidasi korporasi sudah muÂlai selesai, artinya sudah siap-siap melakukan ekspansi," ucapnya.
Secara terpisah, Chief EconoÂmist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Anton Gunawan menyebutÂkan, tren perbaikan NPL terlihat dari penurunan NPL 12 bank yang masuk dalam risetnya. Hingga September 2017, rata-rata NPL-nya turun menjadi 2,98 persen dibanding periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 3,1 persen.
"Penunjang perbaikan NPL ditopang proyek infrastruktur, kredit usaha rakyat (KUR), dan kredit usaha mikro kecil dan meÂnengah (UMKM). Adapun dari sektor swasta, pendorongnya bersumber dari pemulihan harga komoditas," tuturnya dalam riset Bank Mandiri yang diterima
Rakyat Merdeka.
Anton memandang, faktor peÂnopang pertumbuhan kredit juga datang dari rendahnya suku bunga kredit. Catatan OJK, sepanjang 2017, suku bunga kredit telah turun 77 bps. Hal tersebut akibat penuÂrunan suku bunga deposito yang sebanyak 65
basis poin (bps).
Namun pihaknya menginÂgatkan, ada risiko tersembunyi yang harus mendapat perhatian dari industri perbankan. Hal ini terkait tren peningkatan kredit yang berstatus dalam pengaÂwasan khusus (special menÂtion) dan skema restrukturisasi (restructuring scheme).
"Tahun ini, NPL pada segmen perdagangan grosir dan eceran (
wholesale and retail trade) serta perÂtambangan, diprediksi masih akan tinggi. Hingga September 2017, kedua sektor itu menyumbang NPL masing-masing sebesar 4,4 persen dan 8,1 persen," terangnya.
Direktur Bisnis Menengah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Putrama Wahju Setyawan bilang, restrukturisasi kredit tahun ini diproyeksi mengalami penurunan. Karena itu pihaknya akan menjaga kualitas kredit tahun ini, dengan tetap menjaga risiko dan strategi manajemen portofolio.
"Sektor yang berkontribusi terbesar NPL adalah perdagangan, restoran dan hotel. Adapun kenaikan harga komoditas, akan menyebabkan NPL sektor ini mengalami perbaikan. Pada 2017, rasio NPL turun menjadi 2,8 persen dari sebelumnya 3,2 persen," tutupnya. ***