Nasabah korban penggelapan dana oleh PT. Jalatama Artha Berjangka, Jeremia, kecewa terhadap Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Meski semua prosedur yang ditetapkan Bappebti sudah ditempuh, namun pencairan dana kompensasi yang menjadi hak korban belum juga jelas.
"Saya kecewa dan berharap mendapatkan keadilan," kata Jeremia kepada redaksi, Jumat (19/1).
Dia mengungkapkan PT Jalatama Berjangka, perusahaan profesional consulting yang sekarang berganti nama menjadi PT JW Presenting Futures, telah memperdaya dan menggelapkan dana Rp 2,18 miliar miliknya.
Awalnya Jeremia dijanjikan keuntungan oleh marketing Jalatama dengan transaksi yang hampir tidak pernah loss dengan menunjukkan bukti transaksi nasabah lainnya. Atas iming-iming ini dia tertarik dan menandatangani perjanjian pada tanggal 18 Agustus 2014, kemudian melakukan pelatihan perdagangan pada tanggal 21 Agustus 2014.
Selama transaksi berjalan Jeremia mengaku tidak mendapatkan perhitungan yang jelas dari pihak perusahaan dalam menentukan transaksi yang dilakukan. Tindakan perusahaan ini jelas melanggar ketentuan Pasal 146 Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2014.
Anehnya lagi terjadi pelanggaran batas ketentuan maksimal Lot dalam transaksi yang mengakibatkan Jeremia mengalami kerugian dalam waktu kurang lebih 2 bulan, dan dinyatakan pailit oleh perusahaan.
Kemudian Jeremia melakukan upaya penagihan maksimal dalam bentuk somasi dan melakukan mediasi di JFX (Jakarta Future Exchange) tetapi tidak menemui solusi. Dia pun membuat laporan ke Polda Metro Jaya dan diregistrasi dengan Surat Laporan No.TBL/1111/III/2016/PMJ/Dit Reskrimsus.
"Tetapi selama proses penyelidikan tidak berjalan dengan lancar dan polisi melimpahkan kasusnya kembali kepada Bappebti tanggal 12 Juni 2017," tambah dia.
Jeremia mengaku telah mengikuti prosedur yang ditetapkan Bappebti. Namun pada tanggal 27 September 2017, Bappebti mengirimkan surat yang isinya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 49 tahun 2014 pasal 108 mengenai dana kompensasi dengan menyatakan bahwa dana kompensasi dapat dicairkan dengan adanya putusan badan peradilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Padahal dalam Peraturan Pemerintah No 49 tahun 2014 Pasal 108, tidak disebutkan aturan demikian.
"Bukan hanya saya nasabah yang dirugikan. Banyak nasabah lain yang dirugikan Jalatama juga mengharapkan keadilan," tukasnya.
[dem]