Berita

Foto/Net

Bisnis

Pedagang Salahkan Aturan Harga Patokan

Harga Beras Melonjak
JUMAT, 19 JANUARI 2018 | 11:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pedagang besar Pasar Induk Cipinang menilai kelangkaan dan lonjakan harga beras disebabkan oleh kebijakan pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pedagang minta kebijakan tersebut dicabut.

 Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Zulkifli Rasyid men­gatakan, sudah menyampaikan kekhawatirannya terkait beras medium yang mulai langka di pasaran sejak November 2017 lalu kepada pemerintah. "Se­menjak HET ditetapkan 1 Sep­tember, beras medium langka di pasaran, bahkan sampai detik ini masih kosong. Saya dua bulan lalu sudah sampaikan ada kekha­watiran kita harus impor," kata Zulkifli di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, seharusnya pemer­intah tidak perlu memberlakukan HET beras medium dan premium karena pada kenyataannya harga kedua jenis beras tersebut justru melebihi HET. Saat ini, harga beras medium di pasar berkisar Rp 11.000 per kilogram (kg), jauh melebihi HET beras medium sebesar Rp 9.450 per kg.


Kondisi yang sama juga ter­jadi pada beras premium di pasaran mencapai Rp 13.000 per kg. Padahal, HET yang ditetap­kan Rp 12.800 per kg. "Baru kali ini menemukan harga beras tertinggi, Rp 13.000 sampai Rp 14.000 hari ini," ungkapnya.

"HET itu hapus saja. Enggak ada artinya. Buat apa menteri buat undang-undang tapi enggak sesuai dengan kejadian di pasar," kata Zulkifli.

Zulkifli berharap, pemerintah mengembalikan harga beras sesuai perkembangan pasar, atau men­gubah HET dari Rp 9.450 per kg menjadi Rp 13.000 per kg. Angka tersebut dinilai lebih mewakili har­ga beras yang saat ini, dan bahkan berpotensi naik selama menunggu pasokan beras impor.

"Kita boleh tetapkan lagi dengan harga tertinggi di lapan­gan saat ini. Misalnya sekarang harga beras medium Rp 12.000 per kg, tetapkan HET jadi Rp 13.000 per kg biar orang enggak sewenang-wenang jualan di atas ini," tuturnya.

Menurut Zulkifli, penetapan HET Rp 9.450 per kg untuk be­ras medium dan Rp 12.800 per kg untuk beras premium sejak September 2017 juga dinilai ter­lalu cepat. Penetapan itu justru membuat peredaran beras sulit didapat. Namun sayang,pada pertemuan selanjutnya Zulkifli tidak diundang.

Guru besar bidang pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin menilai, kelangkaan beras medium di publik disebabkan kebijakan pemerintah. Selama ini pemerintah belum mampu mendukung penyediaan pangan yang dibutuhkan masyarakat.

"Kalau dikelompokkan, ada tiga hal soal kebijakan pemer­intah ini. Pertama soal harga eceran tertinggi, kedua soal bantuan pangan non tunai, dan ketiga soal produksi," katanya.

Menurut Bustanul, kebijakan HET dikeluarkan pada waktu yang tidak tepat. Akibatnya, keberadaan beras medium justru menjadi langka. Banyak pihak yang mengolah beras medium menjadi premium. Terlebih tidak masuk akal memberikan sanksi bagi pedagang yang menjual beras di atas HET.

Dia mengaku, sudah meminta agar Menteri Perdagangan Eng­gartiasto Lukita tidak mengelu­arkan kebijakan HET. Selain itu, dikhawatirkan penggilingan ke­cil akan mati karena HET. Bah­kan, data Badan Pusat Statistik (BPS) ada petani yang mengolah beras medium jadi premium dengan HET Rp 13.700.

"Logikanya, begitu ditekan jadi Rp 9.450 untuk medium dan Rp 12.800 untuk premium, medium akan langka. Benar saja, yang medium langka," sebutnya.

Selain itu, tambah dia, terkait dengan kebijakan bantuan pan­gan nontunai juga sangat tidak masuk akal. Bantuan ini secara tidak langsung juga membuat peran Badan Urusan Logistik (Bulog) berkurang dalam hal menyediakan kebutuhan beras bagi masyarakat.

Akibatnya, bisa dilihat dari jumlah pengadaan beras oleh Bulog yang menurun. Menurut Bustanul, hal itu wajar meng­ingat meskipun pengadaan di­lakukan Bulog, lembaga tersebut tidak bisa menjual lantaran perannya digantikan voucher bantuan pangan.

Bustanul mengatakan, pem­benahan data pangan termasuk produksi beras yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diperkirakan selesai Agustus mendatang. Tim bersama BPPT akan menggunakan satelit dan aplikasi perangkat lunak yang akan memantau kondisi lahan pertanian secara berkala.

"Kami lagi kontribusi metode penghitungan itu. Kami dengan BPPT gunakan satelit. Baru selesai paling cepat Agustus. Pembenahannya kan lama," cetusnya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya