Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
BAGI bangsa Indonesia, keariÂfan lokal bagian yang tak terpisahkan dalam upaya menciptakan keadilan sosial. Budaya tenggang rasa, tepo seliro, padaidi-padaelo, dan akronim solidaritas sosial lainnya sangat kaya dalam masyarakat kita. Kearifan lokal (local wisdom) betul-betul merupakan modal sosial dalam menata masyarakat yang berkeaÂdilan. Sesungguhnya banyak sekali persoalan bisa diselesaikan melalui pendekatan kearifan lokal. Kearifan lokal terbukti memberikan solusi permanen sejumlah persoalan lokal dan regional. Di antara kearifan lokal itu ialah adat istiadat dan hukum adat (living low). Adat istiadat lebih merupakan sistem nilai yang sifatnya lebih abstrak. Sedangkan hukum adat sudah menjadi norma-norma sosial kemasyarakatan yang memiliki reward dan punishment. Hukum adat di dalam lintasan masyarakat Nusantara sudah sekian lama mengabdikan diri menyelesaikan sejumlah persoalan di dalam masyarakat, termasuk di daÂlamnya ke konflik horizontal, baik yang bertema etnik maupun agama.
Ribuan pulau dengan berbagai etnik dalam wilayah NKRI hampir semuanya memiliki kearifan lokalnya masing-masing. Kearifan itu sendiri beÂrasal dari bahasa Arab dari akar kata 'arafa-ya'rifu berarti memahami atau menghayati, kemudian membentuk kata "kearifan" yang bisa diartikan dengan sikap, pemahaman, dan kesadaran yang tinggi terhadap sesuatu. Kearifan adalah kebeÂnaran yang bersifat universal sehingga jika ditaÂmbahkan dengan kata lokal maka bisa mereduksi pengertian kearifan itu sendiri. Setiap kali kita berbicara tentang kearifan maka setiap itu pula kita berbicara tentang kebenaran dan nilai-nilai universal. Menentang kearifan lokal berarti menoÂlak kebenaran universal. Kebenaran universal itu sesungguhnya akumulasi dari nilai-nilai kebenaran lokal. Kita tidak tepat memperhadap-hadapkan antara kearifan lokal dan kebenaran universal, karena tidak ada kebenaran universal tanpa kearifan lokal.
Mungkin itu sebabnya di dalam Al-Qur'an disÂebutkan bahwa: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". (Q.S. Ali 'Imran/3:104): Untuk urusan kebaikan Allah menggunakan kata menyerukan (yad'una) dan untuk kata makruf digunakan istlah menyuruh (ya'muruna). Kata makruf (ma'ruf) dapat disinonimkan dengan keariÂfan yang disepakati kebenarannya oleh umumnya komunitas. Sedangkan kebaikan (al-khair) adalah kebenaran yang belum serta-merta diterima oleh sebagian orang non Islam.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44
Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45