Gabungan Pelaksana KonÂstruksi Indonesia (Gapensi) meminta perusahaan besar tidak lagi menggarap proyek di bawah Rp 100 miliar. Sebab hal tersebut bisa memperparah kesenjangan perusahaan konstruksi.
Gapensi menggelar Rapat Pimpinan Nasional (rapimnas) yang dibuka Dirjen Bina KonÂstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin di Hotel Mulia, Jakarta, kemarin. Sebanyak 150 peserta dari 34 Badan Pengurus Daerah (BPD).
Ketua Umum Gapensi IsÂkandar Z Hartawi meminta dukungan semua pihak agar peÂrusahaan konstruksi kakap tidak mengambil proyek teri lagi alias di bawah Rp 100 miliar. "Ini sanÂgat positif mengatasi kesenjanÂgan antara kontraktor besar dan kecil, serta kesenjangan pusat dan daerah," tuturnya.
Menurut dia, jumlah peruÂsahaan konstruksi besar tidak banyak. Namun, segelintir peÂrusahaan berkantong tebal itu mampu menguasai 87 persen pangsa pasar konstruksi. SedanÂgkan kontraktor lokal dan kecil hanya 6 persen.
Dikhawatirkan jika kegiatan ini diteruskan bisa memperleÂbar kesenjangan yang berujung pada perpecahan. Selain terjadi kesenjangan antara kontraktor besar dan kecil, persenjangan juga bisa terjadi di kontraktor BUMN dan swasta.
Menurutnya, naiknya nilai plaÂfon batas atas proyek pemerintah yang tidak boleh digarap peruÂsahaan besar dapat membantu upaya pemerintah memperkeÂcil kesenjangan perekonomian antar daerah. Sebab, rata-rata perusahaan konstruksi kecil dan menengah berbasis di daerah.
Sekadar informasi, selama ini pemerintah melalui PeraÂturan Menteri PUPR Nomor 31/ PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan KonstrukÂsi dan Jasa Konsultansi telah mengatur bahwa paket pekerÂjaan konstruksi dengan nilai di atas Rp 2,5-50 miliar hanya diperbolehkan untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah.
Atas dorongan Gapensi, peÂmerintah kemudian membuka lebar kesempatan swasta keÂcil dan menengah menggarap proyek di bawah Rp 100 miliar.
"Untuk memperkecil kesenÂjangan pasar tersebut, kemitraan antara kontraktor kecil dan menenÂgah dengan pengusaha besar harus ditingkatkan. Selain membatasi nilai proyek bagi usaha besar dan BUMN," sebut Hartawi.
Dia menambahkan, penerapan aturan menteri tentang pelaranÂgan pelaksanaan proyek di bawah Rp 50 miliar oleh BUMN dan perusahaan besar sukses menÂdorong kapasitas pelaku usaha kontraktor lokal. Alhasil sudah saatnya pelaku usaha lokal diberi kepercayaan lebih besar untuk menggarap proyek-proyek meÂnengah bahkan besar.
Tahun Politik Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa menÂgatakan, sektor konstruksi tidak akan terpengaruh tahun politik. Bahkan pertumbuhannya justru lebih baik ketimbang tahun lalu.
Andi mengatakan, pertumbuÂhan itu berasal dari geliat Pilkada di 171 wilayah, serta persiapan Pilpres. "Pemerintah incumbent tidak saja memperkuat anggaran infrastruktur, tapi juga memperÂcepat realisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 2018. Positifnya di situ," cetusnya.
Dia juga menyebut, investasi di sektor properti menjadi salah satu pemicu pertumbuhan konÂstruksi. Sebab di tahun politik, investor bakal
wait and see menggelontorkan dananya di sektor pertambangan, konsensi lahan, dan lainnya. Investasi justru dialihkan ke properti yang lebih stabil dan imbal hasilnya lebih menguntungkan. ***