Pemilihan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) diprediksi bakal diwarnai aksi berlabel tiga digit sebagai strategi pemenangan. Terlebih, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al-Khaththath mengungkapkan aksi 212 seperti di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu akan dicopypaste di Pilkada Serentak 2018.
Direktur Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai, dari awal aksi tiga digit yang dikomandoi Presidium Alumni 212 sangat kental muaÂtan politiknya.
Karyono melihat, ada sejumÂlah indikasi yang menunjukkan gerakan Presidium 212 memiÂliki agenda politik.
Pertama, pada saat Pilgub DKI, gerakan 212 memiliki agenda politik untuk menumbangkan Ahok dengan berbagai isu SARA yang dikemas dengan propaganda.
Indikator kedua, propaganda dengan jargon jangan pilih calon kepala daerah yang diusung partai yang mendukung penista agama sudah beredar di berbagai media.
Mereka juga membuatproÂpaganda jangan pilih partai dan calon presiden yang mendukung penista agama, jangan pilih partai pendukung Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
Ketiga, adanya pengakuan dari Pembina Presidium 212 Kapitra Ampera yang menyaÂtakan dengan tegas, gerakan 212 adalah real politik. "Ada kata 'jangan pilih', itu sudah jelas merupakan bagian dari kepentingan politik. Lalu ada lagi narasi 'jangan pilih parpol pendukung penista agama' maka ini apa namanya kalau bukan tendensi politik, ada yang bisa jawab gak?," ujar Karyono.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaidi memperkirakan resep kemenangan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu akan kembali digunakan partai pengusung Sudirman Said.
Sebagaimana diketahui, Sudirman Said maju sebagai cagub Jateng diusung koalisi Partai Gerindra, PKS dan PAN.
Gerindra dan PKS merupakan partai politik pengusung Anies-Sandi di Pilgub DKI. Sementara Sudirman Said sebelumnya menÂjabat ketua tim sinkronisasi.
Sejumlah pihak menilai, keÂmenangan Anies-Sandi disÂebabkan kuatnya isu bermuatan suku, agama, ras dan antargolonÂgan yang menyerang petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Saya kira resep kemenangan di Pilgub DKI Jakarta akan di-copy paste Gerindra, PKS dan PAN," ujar Ari.
Menurut pengajar program S1 dan S2 di UIini, spanduk-spanduk bernada provokatif kini sudah banyak bermunculan di Jawa Tengah. Isinya, menyerang PDIP dan calon non-muslim.
"Saya tidak tahu pasti apakah itu disengaja atau tidak. Tapi mengatasnamakan ormas dan LSM, menolak kehadiran calon non-muslim serta anti-PDIP," ucapnya.
Munculnya spanduk-spanduk itu, jelas Ari, menunjukkan kamÂpanye bermuatan SARA mulai menggejala di daerah-daerah yang akan menggelar pilkada.
Sebelumnya, Sekjen FUI Al-Khaththath menyatakan kekecewaannya kepada sejumÂlah partai di Pilkada 2018. Ini dikarenakan rekomendasi dari Alumni 212 terkait pencalonan kepala daerah di Pilkada 2018 tak dikabulkan.
Hal itu disampaikan saat diamenghadiri jumpa pers La Nyalla di Restoran Mbok Berek, Jalan Prof Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (11/1) lalu.
Saat itu, Al-Khaththath memÂbeberkan tiga parpol tidak mengabulkan rekomendasi lima calon kepala daerah dari Alumni 212.
Padahal, lanjut Al-Khaththath, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, yang saat ini berada di Arab Saudi, berpesan agar semangat 212 di DKI ditularkan ke daerah lain. Habib Rizieq menitipkan pesan kepada tiga ketum partai itu agar mengusung calon yang direkoÂmendasikan para ulama.
Pesan Habib Rizieq kepada ketiga ketum itu adalah partai-partai mereka menggunakan metode sama untuk mencapai kemenangan di Pilgub DKI. Rizieq ingin agar metode itu ditiru di pilkada lainnya.
"Pesan Habib Rizieq ketika saya pergi ke Mekkah, meminta kepada tiga pimpinan partai suÂpaya meng-copas (copy-paste) di Jakarta supaya mendapatkan kemenangan di provinsi lain. Nah, tentunya saya nggak tahu apakah ada mispersepsi seolah-olah kita mendukung dengan cek kosong. Mungkin pemahaman mereka seperti itu," tutur Al-Khaththath.
"Kita mendukung munculnya Gubernur Anies-Sandi dengan semangat 212, semangat Al-Maidah 51. Kita berharap hal itu terjadi di tempat-tempat lain," imbuhnya.
Al-Khaththath pun mengungkapkan, isi pertemuan dengan tiga ketum partai yang terjadi di rumah dinas salah satu ketum partai. Para ketum itu mengataÂkan ada provinsi tertentu yang tidak bisa menggunakan metode seperti pada Pilgub DKI, teruÂtama provinsi yang masyarakat Islamnya tidak dominan.
"(Kata tiga ketum itu) 'Kita tidak mungkin lakukan itu misalnya di Sulut, Papua, NTT.' Kita (Alumni 212) maklumi tapi kalau itu terjadi di Jawa Timur, pusing. Banyak komplain dari bawah nyampai ke saya," ungÂkap Al-Khaththath.
"Ditunjukkan di berbagai provinsi, ditunjukkan gambar-gambar yang koalisi tidak sesuai dengan apa yang kita dukung. Termasuk keluhan-keluhannya," tambah dia.
Para simpatisan Alumni 212, disebut Al-Khaththath, meminta agar ulama menegur tiga partai itu. Sebelum masalah ramai, Alumni 212 lalu menawar keÂpada pimpinan partai-partai itu dengan meminta lima daerah saja yang hanya perlu dikabulkan.
"Jangankan lain-lain, yang lima saja kita minta tidak dirÂespons dengan baik. Bahkan saya tungguin agar rekom itu ke luar sampai jam 2 malam di Cilandak, Ragunan. Tidak ke luÂar juga seadanya, jadi ada apa?" tutup Al-Khaththath. ***