Berita

Sosok Marhaen/Net

Jaya Suprana

Menghayati Makna Marhaenisme

KAMIS, 11 JANUARI 2018 | 08:29 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

DALAM ikhtiar mempelajari makna kemanusiaan melalui Sanggar Pembelajaran Kemanusian, saya tertarik pada pemikiran Bung Karno yang disebut sebagai Marhaenismedemi mengangkat harkat hidup wong cilik alias rakyat kecil.

Marhaen

Marhaenisme berasal dari seorang petani bernama Marhaen yang dijumpai Bung Karno di daerah Bandung, Jawa Barat pada tahun 1926-1927. Petani tersebut memiliki berbagai faktor potensi produksi sendiri termasuk lahan pertanian, cangkul dan lain-lain yang ia olah sendiri, namun hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan hidup keluarganya yang sederhana.


Kondisi ini kemudian memicu berbagai pertanyaan dalam benak Bung Karno, yang akhirnya melahirkan berbagai dialektika pemikiran sebagai landasan gerakan kerakyatan selanjutnya. Kehidupan, kepribadian yang lugu, bersahaja namun tetap memiliki semangat berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya inilah, maka nama petani tersebut oleh Bung Karno diabadikan dalam setiap rakyat Indonesia yang hidupnya tertindas oleh sistem kehidupan yang berlaku.  Istilah Marhaen untuk pertama kalinya digunakan oleh Soekarno di dalam pleidoinya tahun 1930 “Indonesia Menggugat “.

Wong Cilik


Sebagai insan awam politik, saya tidak ingin melibatkan diri ke dalam polemik kaum politisi dan ilmuwan politik mengenai ideologi Marhaenisme. Bagi saya, Marhaenisme merupakan adalah sebuah mashab perjuangan yang ingin mengangkat harkat dan martabat wong cilik alias rakyat kecil. Menurut Marhaenisme, agar mandiri secara ekonomi dan terbebas dari eksploitasi pihak lain, setiap rumah tangga rakyat kecil memerlukan modal untuk produksi. Wujudnya dapat berupa tanah atau peralatan produksi.

Dalam konteks modern, kendaraan, perangkat teknologi informasi, alat dapur dan barang elektronik bisa saja diberdayakan  sebagai modal produksi. Kepemilikan modal sendiri ini perlu untuk menjamin kemandirian orang atau rumahtangga itu dalam perekonomian. Berbeda dengan kapitalisme, modal dalam marhaenisme bukan untuk ditimbun atau dilipatgandakan terbatas untuk kepentingan pemilik modal , melainkan diolah untuk mencukupi kebutuhan hidup dan menghasilkan surplus untuk kepentingan bersama.

Petani menanam untuk mencukupi makan keluarganya sendiri, barulah menjual surplus atau kelebihannya ke pasar. Penjahit, pengrajin memproduksi produk yang kelak sebagian akan dipakainya sendiri, walau selebihnya tentu dijual. Syarat kecukupan-sendiri ini harus dipenuhi lebih dulu sebelum melayani pasar. Kelahiran produk baru akan terjadi manakala kebutuhan primer sendiri sudah terpenuhi. Cara ini mendorong tercapainya efisiensi, sekaligus mencegah pemborosan sumber daya serta sikap konsumtif. Modal yang tersedia tidak ditimbun atau diselewengkan untuk menindas tumbuh-kembangnya perekonomian pihak lain.

McCleland

Marhaenisme yang dimaksud Soekarno bisa dibandingkan dengan formulasi pendekatan teori kewirausahaan yang diperkenalkan pada tahun 70-an abad XX oleh David McCleland yaitu hampir 50 tahun kemudian. Jika McCleland lebih menekankan opsi pada upaya Need for Achievement  atau kehendak untuk maju dari kalangan rakyat kecil, sehingga notabene didominasi oleh pendekatan fungsional, maka pendekatan Soekarno atas marhaen (petani dan pedagang kecil), bersifat struktural, yaitu melalui sistem progresif revolusioner.  

Masa Kini


Dalam Marhaeisme, rakyat bukan obyek namun subyek pembangunan maka sangat tidak benar apabila rakyat dikorbankan demi pembangunan. Maka sukma semangat Marhaenisme sangat  relevan untuk dihayati kemudian didayagunakan demi mendukung program pembangunan infra struktur yang sedang digelorakan oleh Presiden VII RI, Joko Widodo.

Rakyat kecil bukan digusur namun partisipatif dilibatkan secara langsung pada proses pembangunan infra struktur seperti yang sedang ditatalaksana untuk diejawantahkan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan warga Bukit Duri di kawasan Bukit Duri, Jakarta.[***]


Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya