Berita

Foto/Net

Bisnis

Industri Baja Lokal Diharap Tumbuh 6%

Ditopang Proyek Infrastruktur
SELASA, 26 DESEMBER 2017 | 10:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri baja tahun ini mulai bangkit, didorong maraknya pembangunan proyek infrastruktur.

Direktur Industri Logam Kemenperin Doddy Rahadi mengatakan, pada tahun ini ter­dapat lima sektor industri yang tercatat memiliki pertumbuhan cukup tinggi, yaitu industri logam dasar yang mencatat pertumbuhan tertinggi pada 10,6 persen. Kemudian diikuti industri industri makanan dan minuman 9,49 persen, industri kimia dan farmasi 8 persen, industri mesin dan perlengkapan tumbuh 6,35 persen, dan industri alat angkut tumbuh 5,6 persen.

Menurut dia, industri baja diperkirakan akan terus tumbuh dengan rata-rata 6 persen per tahun sampai dengan 2025. "Hal ini dipicu oleh tingginya permintaan bahan baku untuk sektor konstruksi yang tumbuh 8,5 persen, diikuti sektor oto­motif yang tumbuh 9,5 persen," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, pekan lalu.


Kebutuhan baja Indonesia saat ini sebanyak 78 persen masih di­dominasi oleh sektor konstruksi, yang diikuti oleh sektor otomotif sebesar 8 persen, dan sisanya 14 persen berasal dari sektor oil & gas, shipbuilding, permesinan dan industri elektronik. Kemam­puan suplai industri baja (crude steel) dalam negeri sebesar 6,8 juta ton per tahun.

Karena itu, Indonesia masih harus mengimpor sebanyak 5,4 juta ton untuk memenuhi kebu­tuhan yang mencapai 12,94 juta ton per tahun. Kebutuhan baja yang meningkat setiap tahun­nya harus diimbangi dengan tumbuhnya investasi baru di Indonesia, karena apabila tidak di maka ketergantungan terh­adap produk baja impor akan semakin tinggi.

"Namun, impor itu akan berkurang secara bertahap den­gan banyaknya investasi baja yang masuk," ujarnya.

Menurut dia, salah satu in­vestasi yang baru masuk adalah Sango Corp. Perusahaan ini menggandeng Krakatau Steel membuat baja untuk memasok kebutuhan otomotif yang se­lama ini lebih banyak diimpor. Apalagi investasinya juga besar mencapai 95 juta dolar AS. "Ini menghemat devisa dan ketergan­tungan impor," tukasnya.

Sekjen Kemenperin Haris Munandar mengatakan, industri logam nasional sangat menarik di mata investor asing, terutama China. Industri ini sangat poten­sial, karena ditopang stok bahan baku yang melimpah.

Menurut Haris, China membu­tuhkan bahan baku logam untuk keperluan industri. Pelarangan ekspor mineral mentah yang di­lakukan selama beberapa tahun terakhir mendorong investor China masuk Indonesia.

"Dengan adanya larangan ek­por mineral membuat China ke­sulitan bahan baku. Mereka pun berbondong-bondong investasi di Indonsia," ujarnya.

Saat ini, menurut Haris, ke­banyakan investor asing masih masuk di sektor pengolahan hulu. Mereka belum banyak masuk industri antara dan hilir. Oleh sebab itu, pemerintah harus menarik lebih banyak investasi untuk mengembangkan sektor antara dan hilir.

Menurut dia, investor China juga kebanyakan mengolah min­eral menjadi barang setengah jadi. Selanjutnya, produk itu diekspor, terutama ke China. Ke depannya, akan banyak investor yang menanamkan investasi di industri antara.

"Jika pasar domestik bagus, tentu mereka juga akan bermain di situ, misalnya, memasok baja untuk industri otomotif," kata Haris.

Sebelumnya, Direktur Ekse­kutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron and Steel Industry Associa­tion/IISIA) Hidayat Triseputro memprediksi, permintaan baja di dalam negeri pada tahun depan diperkirakan menembus 14,5 juta ton. Permintaan tersebut lebih tinggi 7 persen dibanding­kan eskpektasi permintaan tahun ini sebanyak 13,5 juta ton.

Menurut dia, proyeksi positif tersebut mendorong pabrikan baja multinasional mulai mena­namkan modalnya di Indonesia pada tahun depan. "Investor enggak takut, ada beberapa yang ingin masuk ke sini mulai tahun depan," ujarnya.

Menurutnya, beberapa pabri­kan China berencana merelokasi fasilitas pengolahan bajanya ke Indonesia. Hanya saja, pe­merintah memperketat standar penggunaan teknologi untuk mencegah relokasi pabrikan skala kecil.

Salah satu tantangan pengem­bangan industri baja di dalam negeri merupakan kekurangan kapasitas untuk memenuhi per­mintaan domestik. Kapasitas terpasang industri baja di dalam negeri masih jauh berada di bawah angka permintaan. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya