Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2018 nampaknya tidak akan menyurutkan isu suku, ras agama, dan antar golongan (SARA). Persoalan isu SARA ini masih akan terus menghantui pada pesta demokrasi lima tahuÂnan di daerah tahun depan.
Pengamat politik Toto Sugiarto mengatakan, perkembangan dunia maya semakin mudah diakses masyarakat sehingÂga berhasil mengembangkan dan memunculkan isu SARA. Sejumlah oknum terus bermain melalui isu SARA dengan tujuan untuk menurunkan elektabilitas pasangan calon (paslon) tertentu di pilkada.
Hasilnya, kepercayaan masyarakat kepada paslon itu perlahan surut. "Dari persoalan personal berlanjut ke isu SARA yang semakin dipengaruhi dunia maya yang disertai hoaks (berita palsu)," kata Toto.
Analis Exposit Strategic ini menuturkan, isu SARA semakin mudah memecah belah masyarakat saat ini. Cara ini sudah dijadikan cara berkampanye partai politik. Dengan ujaran kebencian, penyesatan, berbagai stigma buruk dilabelkan pada sosok tertentu dianggap cara paling mudah melunturkan keÂpercayaan masyarakat kepada sosok seseorang.
Terdapat sejumlah pangkal masalah yang menjadikan isu ini semakin mudah dipergunakan.
Pertama, ketidakmampuan kelompok atau partai dalam melaksanakan etika berpolitik. Kedua, ketidakmampuan penyeÂlenggara pemilu melaksanakan etika penyelenggaraan pemilu. Dan yang paling dikhawatirkan adalah runtuhnya kesadaran bernegara dan menguatnya inÂtoleransi.
Dia menambahkan, isu SARA yang menyeruak saat ini muÂlai ramai pada 2017 ketika Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta lalu. Tensi politik ini akan semakin menarik hingÂga mencapai puncaknya pada Pileg dan Pilpres 2019.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengajak masyarakat melawan kampanye hitam pada pilkada serentak tahun depan. Jika tertangkap, maka ada sanksi tegas kepada para pelakunya.
"Harus kita lawan kampanye yang berujar kebencian apalagi menyangkut fitnah, SARA dan itu harus dilawan dan ditindak tegas," kata Tjahjo.
Pada masa Orde Baru, Menteri Dalam Negeri juga berperan sebagai pembina dinamika dan sistem politik nasional.
Tjahjo mengatakan, saat pilkada serentak nanti, semua calon kepala daerah harus mengedepankan program, konsep dan gagasan ketika ingin menjadi penguasa nanti.
Dan tentu tidak dibenarkan ketika tahapan kampanye nanti mereka menggunakan kampanye hitam untuk meraup suara.
Ketika ketahuan, harusÂnya tidak boleh melanjutkan lagi. "Kampanye itu harus mengadu program, konsep dan gagasan, jangan fitnah, ujaran kebencian dan politik uang yang digunakan," tutur mantan Sekjen PDI Perjuangan ini. ***